Sunday, April 5, 2015

Metode Penilaian Kinerja

Metode Penilaian Kinerja
Metode atau teknik penilaian kinerja dapat digunakan dengan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam prakteknya tidak ada satupun teknik yang sempurna. Pasti ada saja keunggulan dan kelemahannya. Hal penting adalah bagaimana cara meminimalkan masalah-masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan.

A.   Penilaian kinerja pegawai di masa lalu
Baik para teoretisi mengembangkan bahwa penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan aspek yang sangat penting dari manajemen sumber daya manusia. Pandangan demikianlah yang mendorong untuk menciptakan berbagai metode dan teknik penilaian dalam kurun waktu tertentu. Berbagai metode yang dewasa ini dikenal adalah sebagai berikut :
1.    Metode “skala peringkat”. Metode ini adalah metode tertua dan paling banyak digunakan dalam menilai prestasi kerja para pegawai dimasa lalu meskipun diakui bahwa metode ini sesungguhnya bersifat subjektif. Dalam skala ini terdapat lembaran penilaian terhadap kolom yang berisikan faktor-faktor yang dinilai. Seperti kesetiaan, prakarsa, kerajinan, ketekunan, sikap, kerja sama, kepemimpinan, kejujuran, ketelitian, kecermatan dan kerapihan. Pada kolom trsebut juga terdapat kategori penilaian yang dinyatakan dalam bentuk amat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang. Metode ini sangat popular dan banyak digunakan karena mudah mempersiapkannya, tidak sulit menggunakan dalam arti para penilai biasanya tidak mengalami kesukaran untuk mengisinya serta dapat digunakan untuk menilai banyak pegawai sekaligus. Namun metode ini juga ada kelemahannya yaitu terletak pada subjektivitas penilai, cara yang digunakan  juga kualitatif, nilai yang diberikan masih dapat diinterprestasikan dengan cara yang berbeda-beda pula. Selain itu faktor-faktor yang dinilai belum tentu berkaitan langsung dengan tugas pekerjaan seseorang.
2.    Metode “checklist”. Metode ini berupa formulir isian yang mengandung : a) Nama pegawai; b) Bagian di mana pegawai bekerja; c) Nama dan jabatan penilai; d) Tanggal penilaian dilakukan; e) Faktor-faktor yang dinilai dengan sorotan perhatian terutama ditujukan pada aspek-aspek kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas yang membedakan metode ini dengan metode yang lainnya yang sekaligus merupakan kekuatannya ialah bahwa faktor-faktor yang dinilai diberi bobot tertentu.
3.    Metode pilihan terarah. Metode ini mengandung serangkaian pernyataan baik bersifat positif maupun negatif tentang pegawai yang dinilai. Pernyataan tersebut menyangkut berbagai faktor seperti kemampuan belajar, prestasi kerja, hubungan kerja dan berbagai faktor lainnya yang biasanya menggambarkan sikap dan perilaku yang bersangkutan.
Dalam penggunaannya berbagai pernyataan tersebut disusun “berpasangan”, seperti :
a)    Kemampuan belajar dengan cepat berpasangan dengan kerja keras.
b)   Hasil pekerjaan yang memuaskan berpasangan dengan prestasi kerja yang dapat menjadi contoh bagi pekerja lain.
c)    Mampu bekerja dalam tim berpasangan dengan senang bergaul.
Berbagai pernyataan negative yang dibuat berpasangan misalnya ialah :
a)    Sering mangkir berpasangan dengan sering terlambat.
b)   Tidak tanggap berpasangan dengan menunjukkan kecenderungan malas.
Penilai harus memilih “pasangan” pernyataan yang menurut pendapatnya paling menggambarkan sikap, perilaku, dan kemampuan pegawai yang dinilai.
4.    Metode insiden kritikal, yang dimaksud adalah peristiwa tertentu yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas seseorang pegawai yang menggambarkan perilaku pegawai yang bersangkutan, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Penilai harus secara kontinu mencatat berbagai insiden yang terjadi.
Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu :
a)    Hanya insiden yang baru terjadi saja yang tercatat dengan rapi dan lengkap karena masih segar dalam ingatan panilai yang bersangkutan.
b)   Apabila perilaku negatif yang banyak tercatat, para pegawai akan merasa dirugikan yang pada gilirannya dapat menimbulkan persepsi bahwa penilai tidak sudi melupakan peristiwa negatif tertentu meskipun sudah lama terjadi.
Keberhasillan penggunaan metode ini terletak pada ketekunan dan ketelitian para penilai untuk mencatat semua insiden kritikal yang relevan secara kontinu karena hanya dengan demikianlah objektivitas dalam penilaian dapat terwujudkan.
5.    Skala peringkat yang dikaitkan dengan perilaku. Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja pegawai untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengkaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Kelebihan metode ini adalah pengurangan subjektivitas dalam penilaian.
Tiga langkah penggunaan metode ini adalah :
a.    Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja.
b.    Menentukan kategori prestasi kerja seseorang untuk dikaitkan dengan skala peringkat tersebut.
c.    Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku pegawai yang dinilai terlihat dengan jelas
6.    Metode evaluasi lapangan, penggunaan metode ini meletakkan tanggung jawab utama dalam melakukan penilaian pada penilai yang bertugas di bagian kepegawaian. Namun di metode ini juga terdapat kelemahan, yaitu :
a)    Penilai, meskipun ahli tetap tidak bebas “bias” tertentu.
b)    Bagi perusahaan atau organisasi besar menjadi mahal karena harus mendatangkan ahli penilai ke tempat pelaksanaan tugas.
7.    Tes dan observasi, pegawai yang dinilai diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktek yang langsung diamati oleh penilai. Kebaikan metode ini terletak pada keterkaitan langsung antara prestasi kerja dengan tugas pekerjaan seseorang. Kebaikan lainnya ialah bahwa prinsip standardisasi dapat dipegang teguh. Hanya saja metode ini memerlukan biaya yang tidak sedikit bukan hanya dalam penyediaan alat tes seperti simulator yang diperlukan, akan tetapi juga untuk mendatangkan penilai dari luar organisasi atau perusahaan.
8.    Pendekatan-pendekatan yang bersifat komparatif, metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seorang dengan pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan tersebut disusun berdasarkan peringkat pegawai dilihat dari sudut prestasi kerjanya.
Tiga metode yang biasa digunakan dari sekian banyak metode dalam penerapan pendekatan komparatif adalah sebagai berikut :
1)    Metode peringkat. Menggunakan metode ini berarti bahwa seorang atau beberapa penilai menentukan peringkat bagi sejumlah pegawai, mulai dari yang paling berprestasi hingga kepada yang paling tidak berprestasi. Kelebihan metode ini adalah terlihat klasifikasi para pegawai yang dinilai ditinjau dari sudut pandangan prestasi kerjanya. Namun ada juga kelemahan dari metode ini adalah peringkat yang dibuat tidak memberikan gambaran yang  jelas tentang makna peringkat tersebut. Kelemahan kedua terletak pada kenyataan bahwa subjektivitas penilai sulit dihindari yang seperti telah dikemukakan, dapat didasarkan pada perasaan suka dan tidak suka atau karena perilaku pegawai tertentu positif atau negatif, yang karena baru saja terjadi masih segar dalam ingatan penilai.
2)    Distribusi terkendali, yang dimaksud dengan distribusi terkendali ialah suatu metode penilain melalui para penilai menggolongkan sejumlah pegawai yang dinilai ke dalam klasifikasi yang berbeda-beda berdasarkan berbagai faktor kritikal yang berlainan dengan prestasi kerja, ketaatan, disiplin, pengendalian biaya, dan lain sebagainya. Penggolongan dinyatakan dalam presentase, namun metode ini juga memiliki kelemahan yang terletak pada tidak jelasnya perbedaan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Sebaliknya kebaikan metode ini adalah ketersediannya berbagai klasifikasi sehingga kecenderungan menyamaratakan prestasi kerja.
3)    Metode alokasi angka, para penilai memberi nilai dalam bentuk angka kepada semua pegawai yang dinilai. Pegawai yang mendapatkan angka tertinggi berarti dipandang sebagai pegawai “terbaik” dan pegawai yang mendapat angka paling rendah merupakan pegawai yang dinilai paling tidak mampu bekerja.

B.   Penilaian kinerja dengan orientasi masa depan
1.    Penilaian diri sendiri.
Dalam manajemen sumber daya manusia ialah bahwa setiap pekerja dapat mencapai tingkat kedewasaan mental, intelektual dan psikologis, apabila dikaitkan dengan pengembangan karier pegawai seseorang tersebut harus mampu melakukan penilaian yang objektif mengenai diri sendiri, termasuk mengenai potensinya yang masih dapat dikembangkan.
Pengenalan ciri-ciri positif dan negatif yang terdapat di dalam diri seseorang merupakan dorongan kuat baginya untuk lebih meningkatkan kemampuan kerja. Pegawai melakukan penilaian terhadap diri sendiri berusaha seobjektif mungkin untuk menjelaskan antara lain :
a)    Apa tugas pokoknya
b)    Pengetahuan dan keterampilan yang dituntut oleh tugas
c)    Kaitan tugasnya dengan tugas-tugas orang lain
d)    Dalam hal apa pegawai yang bersangkutan merasa berhasil
e)    Kesulitan yang di hadapi
f)     Langkah-langkah perbaikan apa yang perlu ditempuh
2.    Manajemen berdasarkan sasaran.
Management by objectives atau MBO adalah suatu gaya yang dewasa ini banyak digunakan untuk berbagai kepentingan dalam usaha mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Penggunaannya melibatkan para anggota organisasi atau pegawai dalam menentukan berbagai sasaran yang ingin dicapai oleh para pegawai. Penggunaan teknik dengan melibatkan seorang pegawai dalam menentukan sendiri sasaran kelompok yang pada gilirannya merupakan bagian dari sasaran organisasi sebagai keseluruhan, pegawai tersebut memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mencapai sasaran tersebut dibandingkan dengan ditentukan oleh pimpinan. Melalui teknik itulah dilakukan penilaian kinerja pegawai dengan orientasi ke masa depan. Dalam prakteknya kedua belah pihak mencapai kesepakatan tentang hasil apa yang diharapkan oleh perusahaan dan ukuran-ukuran obyektif apa yang akan digunakan. Bagi pegawai yang bersangkutan harus bekerja keras untuk mencapai sasaran, memiliki motivasi yang kuat untuk mencapainya, dan menyesuaikan perilakunya. Bagi atasan prestasi kinerja pegawai tersebut dapat memberi petunjuk dalam bidang apa saja harus dilakukan perbaikan dan memberikan bantuan secara tepat dan terarah.
3.    Penilaian psikologi.
Penilaian kinerja seorang pegawai berkaitan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor intelektual, emosional, motivasional, dan faktor-faktor kritikal lainnya yang dimaksudkan untuk mempredisikan potensi seseorang di masa depan. Hasil penilaian oleh ahli psikologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi pegawai tertentu yang diperkirakan layak dipertimbangkan untuk dipromosikan atau tidak layak untuk dipromosikan.

C.   Pusat-pusat penilaian.
Perusahaan yang melakukan penilaian membentuk suatu pusat penilaian yang lokasinya bukan ditempat pekerjaan, yang ada di pusat penilaian itu adalah pegawai yang bersangkutan, ahli psikologi dan atasan. Menggunakan format dan pola penilaian yang sudah baku penilaian dilakukan oleh kebanyak penilai yakni wawancara, tes psikologi, pengecekan latar belakang, penilaian rekan sekerja, diskusi kelompok tanpa pimpinan, penilaian ahli psikologi, penilaian oleh pimpinan langsung dan stimulasi penyelenggaraan sehari-hari.

Dari kebanyakan perusahaan menggunakan penilaian prestasi kinerja pegawai ini bertujuan untuk menentukan program pengembangan bagi para pegawai, membantu dalam pengambilan keputusan dalam penempatan pegawai baik untuk kepentingan promosi maupun alih tugas, dan menyusun rencana ketenagakerjaan untuk sumber daya manusia. Ketika dalam masa penilaian kinerja para pegawai mempelajari faktor-faktor apa saja yang dapat dilakukan secara maksimal dan mengembangkan segala kelemahannya untuk menjadi sebuah kelebihan.

No comments:

Post a Comment

Kecerdasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tentang Keutamaan-Keutamaan Ilmu

Suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib didatangi beberapa orang secara bergantian. Mereka sengaja datang bergantian dan menanyakan hal ya...