Thursday, July 20, 2023

Script Excel untuk fungsi Terbilang (Berbahasa Indonesia)

 Langsung saja tanpa basa-basi.

Script ini sama dengan fungsi rumus =BAHTTEXT(.....)

Jika mau langsung tanpa instal pastikan file excel anda di simpan dengan ekstensi yang support makro (.xlsm)

berikut kode script yang harus di masukan ke modul VBA.

masuk ke menu Visual basic, kemudian Insert -> module.

lalu pastekan kode berikut :

_____________________________________________________________

Function Ratusan(cData As String) As String

   Dim DataDepan, nLenData, nCount As Integer

   Dim SisaData, cHuruf As String

   Dim Satuan, Imbuhan As Variant

   Satuan = Array(" nol", " satu", " dua", " tiga", " empat", " lima", " enam", " tujuh", " delapan", " sembilan")

   Imbuhan = Array("", "", " puluh", " ratus")

   nLenData = Len(cData)

   SisaData = ""

   cHuruf = ""

   For nCount = nLenData To 1 Step -1

     DataDepan = Val(Mid(cData, 1, 1))

     SisaData = Mid(cData, 2, Len(cData))

     If Not (DataDepan = 0) Then

        If ((nCount = 2) And (CInt(Val(cData)) > 10) And (CInt(Val(cData)) < 20)) Then

            cHuruf = cHuruf + IIf(CInt(Val(SisaData)) = 1, " se", Satuan(CInt(Val(SisaData))))

            cHuruf = cHuruf + IIf(CInt(Val(SisaData)) = 1, "", " ") + "belas"

            GoTo Keluar

        Else

            cHuruf = cHuruf + IIf((DataDepan = 1) And (Not (nCount = 1)), " se", Satuan(DataDepan)):

            cHuruf = cHuruf + IIf((DataDepan = 1) And (Not (nCount = 1)), Trim(Imbuhan(nCount)), Imbuhan(nCount))

        End If

     End If

     cData = SisaData

   Next

Keluar:

   Ratusan = cHuruf

   End Function


Function Isi(cAngka As String) As String

   Dim nCount, nLenData As Integer

   Dim cHuruf, cData As String

   Dim Akhiran As Variant

   Akhiran = Array("", "", " ribu", " juta", " milyar", " triliun", " biliun", " ziliun")

   cHuruf = ""

   cData = ""

   nLenData = Fix(Len(cAngka) / 3) + IIf((Len(cAngka) Mod 3) = 0, 0, 1)

   For nCount = nLenData To 1 Step -1

       cData = Mid(cAngka, 1, IIf(Len(cAngka) - (3 * (nCount - 1)) > 0, Len(cAngka) - (3 * (nCount - 1)), 1))

       If Not (Fix(Val(cData)) = 0) Then

          cHuruf = cHuruf + IIf((nCount = 2) And (CInt(Val(cData)) = 1), " se", Ratusan(cData))

          cHuruf = cHuruf + IIf((nCount = 2) And (CInt(Val(cData)) = 1), Trim(Akhiran(nCount)), Akhiran(nCount))

          cHuruf = Replace(cHuruf, "se ribu", "seribu")

       End If

       cAngka = Right(cAngka, 3 * (nCount - 1))

   Next

   Isi = cHuruf

   End Function

Function Terbilang(nNumber As Double) As String

   Dim cHuruf, cNumber, cFullNumber, cDecsNumber As String

   Dim nPosDecs As Integer

   If VarType(nNumber) = 2 Then

    nNumber = CDbl(CStr(Fix(nNumber)) + Application.DecimalSeparator + "0")

   Else

     nNumber = nNumber

   End If

   cHuruf = ""

   If nNumber < 0 Then

      cHuruf = " minus"

      cNumber = Trim(CStr((nNumber * -1)))

   Else

      cNumber = Trim(CStr(nNumber))

   End If

   nPosDecs = InStr(cNumber, Application.DecimalSeparator)

   cFullNumber = Mid(cNumber, 1, IIf(nPosDecs = 0, Len(cNumber), nPosDecs - 1))

   cDecsNumber = Right(cNumber, Len(cNumber) - IIf(nPosDecs = 0, Len(cNumber), nPosDecs))

   If Not (Fix(Val(cFullNumber)) = 0) Then

      cHuruf = cHuruf + Isi(CStr(cFullNumber))

   Else

      cHuruf = " nol"

   End If

   If Not (cDecsNumber = "") Then

     If Not (Fix(Val(cDecsNumber)) = 0) Then

        cHuruf = cHuruf + " koma" + Isi(cDecsNumber)

     End If

   End If

   Terbilang = cHuruf

   

End Function


_____________________________________________________________

Wednesday, July 12, 2023

SERUPA NAMUN TAK SAMA, ENGGANG GADING DAN ENGGANG BADAK (CULA)

Pada kesempatan ini hyu ingin sedikit berbagi pandangan tentang Burung Enggang, tepatnya berfokus kepada perbedaan antara Burung Enggang Gading dan Enggang Badak (Cula).

 

Kalimantan (Borneo) sekilas identik dengan hutanya yang masih asri dan besar, juga yang paling dikenal yakni spesies burung enggang.

Selain Burung Enggang Badak dan Enggang Gading ada juga ciri khas lain dari pulau kalimantan (Borneo) seperti ikan arwana merah, burung ruai, orang utan dan tengkawang tungkul. Meskipun enggang badak atau yang disebut juga burung kenyalang  ini sekilas mirip dengan Enggang Gading namun secara sederhana yang membedakan terletak pada perbedaan mencolok pada tanduk di kepalanya serta pada bulu di ekornya. Dimana ciri khas Enggang Gading yakni gading nya agak betangkung (Seperti Ikan Lohan) serta memiliki ekor yang panjang pada bagian tengah, Sedangkan pada burung Enggang Gading lebih menyerupai tanduk serta memiliki pola ekor yang rata.

 

Mengutip dari laman rangkong[dot]org klasifikasi antara Enggang Gading dan Enggang Badak (Cula) adalah sebagai berikut :

 

 

ENGGANG BADAK/CULA (BUCEROS RHINOCEROS)

Enggang Badak (Cula) atau Great Rhinoceros Hornbill dalam status konservasi masuk kategori Vulnerable (VU); menurut IUCN dan Appendix II; menurut CITES, dan termasuk satwa dilindungi menurut PermenLHK No. 20 Tahun 2018, UU No.5 Tahun 1990 dan PP No.7 Tahun 1999.

 

A.   Persebaran Dan Habitat

Enggang Cula banyak ditemui di wilayah Asia Tenggara, seperti Selatan Semenanjung Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Burung ini juga memiliki 3 sub-spesies, dengan daerah persebaran:

 

Buceros rhinocerosrhinoceros atau Malayan Great Rhinoceros Hornbill: Indonesia (Sumatera), Semenanjung Malaysia, Selatan dari Songkhla, Bukit Maxwell di Perak, dan Gunung Tahan di Kelantan, Singapura hingga sekitar tahun 1950. Dengan ciri-ciri memiliki balung melengkung ke atas yang panjang.

 

Buceros rhinocerosborneoensis: Indonesia (Kalimantan), Serawak, Sabah dan Brunei. Dengan ciri-ciri memiliki balung yang lebih gagah dan bahkan lebih melengkung ke atas.

 

Buceros rhinocerossilvestris: Indonesia di Jawa (dari Jawa Timur ke Meru Betiri), dengan ciri-ciri memiliki balung yang berujung panjang dan pita hitam pada ekor yang lebih lebar.

 

Mereka dapat dijumpai pada ketinggian 1.400 m seperti hutan dataran rendah yang lebat, hutan perbukitan, hutan dipterokarpa (meranti-merantian), hutan sekunder dan hutan rawa.

 

B.   Identifikasi

Enggang Cula mempunyai ciri khas berupa warna tubuh yang hitam; kepala, punggung, sayap dan dada. Namun, bagian perut dan paha berwarna putih. Bagian ekor yang juga berwarna putih, terdapat garis hitam lebar melintang di bagian tengahnya.

 

Burung ini tergolong besar dengan panjang tubuh 80-90 cm. Paruhnya berwarna kuning berpangkal merah. Di atas paruh, terdapat balung besar berwarna sama, dengan bentuk silinder melengkung ke atas. Individu jantan dewasa dapat dikenali dengan tanda hitam pada bagian balung dan warna merah pada iris mata. Sedangkan, individu betina dewasa memiliki iris mata berwarna putih-kebiruan dan balung tanpa tanda hitam.

 

C.   Pakan

Mereka sering mencari pohon buah-buahan, berburu vertebrata kecil dan hewan arthropoda besar (hewan yang memiliki tubuh dan kaki beruas atau bersegmen). Buah ara dan buah yang berlemak tinggi menjadi makanan kesukaan Enggang Cula. Sedangkan alternatif pakan selain buah yaitu kadal, katak pohon, telur burung, laba-laba dan serangga besar; kumbang, jangkrik.

 

D.   Perkembangbiakan

Saat berkembang biak, Enggang Cula dibantu oleh “pengawal” sekitar 25 individu; terdiri dari usia dewasa awal dan dewasa, untuk mempertahankan wilayahnya dengan cara saling memanggil. Sang jantan setia mengantarkan makanan kepada betina dan anaknya. Hutan tebang pilih dan area terbuka antara hutan dan kawasan penduduk, menjadi salah satu tempat berkembangbiak.

 

Mereka bersarang di lubang pohon alami dan sempat memeriksa lubang di tebing batu kapur. Mereka pun pernah ditemukan bersarang di pohon mati. Sarang kesukaannya adalah pohon meranti. Ketika menemukan pohon sarang yang kecil, betina akan menggali untuk menyesuaikan bentuk sarang sesuai kebutuhan.

 

E.   Ancaman

Perburuan menjadi ancaman terbesar Enggang Cula. Biasanya dagingnya dikonsumsi dan bagian lainnya digunakan untuk aksesoris upacara adat.

 

F.    Tahukah Kamu?

Suku Dayak Iban menyebut Enggang Cula dengan nama Kenyalang dan memiliki arti penting dalam ritual utama Suku Dayak Iban yang disebut Gawai Kenyalang. Mereka mempercayai Enggang Cula sebagai simbol burung duniawi tertinggi.

 

Patung ukiran Enggang Cula juga digunakan untuk menyambut datangnya dewa burung Sengalang Burong pada saat mengadakan pesta dan perayaan. Selain itu, bulu ekornya dipercaya dalam ritual pengobatan suku Dayak, sebagai penghubung dunia dan alam atas.

 

Berikut saya Ilustrasikan beberapa Gambar :

Kiri: Enggang Gading (Rhinoplax vigil)

Kanan: Enggang Badak (Buceros rhinoceros)



 






Tuesday, June 6, 2023

MAKNA LOGO BUMDESMA CIPTA KARYA ABADI LKD : SECARA ETIMOLOGI, BAHASA, ADAT DAN KEYAKINAN

MAKNA LOGO BUMDESMA SECARA ETIMOLOGI, BAHASA, ADAT DAN KEYAKINAN



1.       LAMBANG PERISAI PERSEGI LIMA. (Bertuliskan LKD / Lembaga Keuangan Desa).

Melambangkan tentang alat pertahanan untuk mempertahankan cita-cita dan perjuangan yang terdapat pada Pancasila sebagai dasar NKRI dan menjunjung tinggi Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

 

2.     LAMBANG BULAN SABIT. (Bertuliskan Pinoh Utara - Melawi)

Masyarakat Babilonia yang menjadi pelopor peradaban di Mesopotamia percaya bahwa benda-benda langit adalah dewa. Bagi mereka, bulan adalah pimpinan dewa-dewa itu. Pengangkatan bulan sebagai dewa karena bulan tidak pernah muncul dua malam ber turut-turut pada posisi yang sama. Satelit bumi itu pun terus-menerus mengubah bentuknya tergantung pada keadaan cuaca saat itu. Pada waktu lain, dia bahkan tidak terlihat. Masyarakat Babilonia pun menyimpulkan jika bulan merupakan dewa yang penting.

 

Peradaban Babilonia terbilang maju pada zamannya. Masyarakatnya menulis dengan batu dan tanah liat. Mereka menulis sesuatu berdasarkan bentuk aslinya yang belakangan disebut sebagai hierogliph. Ketika hendak menulis tentang kata kerja 'berjalan', mereka menggambar kaki. Mereka menulis matahari dengan gambar bulatan besar. Begitu juga tentang bulan sabit dan bintang yang disimbolkan berdasarkan bentuk aslinya.

 

Mereka menyebut Shiptu untuk menamakan simbol yang selalu berpasangan tersebut. Shiptu juga kerap diasosiasikan sebagai istilah untuk mengusir setan dan roh jahat. Masyarakat kuno ketika itu memang kerap merasa diawasi oleh mata setan. Shiptu digunakan sebagai salah satu jimat untuk melindungi keselamatan mereka. Mereka pun menyebut hal yang sama untuk meramal mantra-mantra saat mengusir roh jahat. Mereka juga mengenal bulan baru, yakni istilah dalam bulan sabit dengan nama Shipin. Lagi-lagi, mereka percaya jika Shipin bisa mengusir setan dan roh jahat.

 

Lambang  ini terus di wariskan ke peradaban setelahnya. Babilonia ditaklukkan Persia. Setelah itu, lambang bulan dan sabit menjadi simbol yang tertera dari koin mereka. Persia melakukan hal yang sama setelah menaklukkan Persia. Mereka meletakkan lambang itu di koin resmi.

 

Alexander yang Agung memimpin pasukannya dari Makedonia mengekspansi Asia Barat. Setelah itu, bulan sabit dan bintang juga digunakan di koin mereka. Demikian dengan Roma dan Byzantium (Romawi Timur). Karena itu, diyakini jika Turki Utsmani mengadopsi lambang yang sama usai menaklukkan Konstantinopel yang dikuasai Byzantium. Lambang tersebut kemudian menjadi populer di kalangan dunia Islam.

 

Namun, penggunaan bulan sabit sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel pada 28 Mei 1453. Bulan sabit emas menghadap ke atas sudah tampak pada Kubah Batu atau Dome of Rock di Yerussalem, Palestina. Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Prof Syukron Kamil menjelaskan, Dome of Rock dibangun oleh Khalifah dari Dinasti Umayyah, Abdul Malik bin Marwan pada 691 M.

 

Khalifah yang memiliki oposisi politik di Makkah dan Madinah itu membangun situs tersebut untuk mengalihkan kunjungan para peziarah ke Masjid al-Aqsa. Tempat suci ketiga umat Islam itu memiliki keutamaan 500 kali shalat. Tidak hanya itu, batu yang berada di dalam Kubah Batu dipercaya sebagai tempat Nabi Muhammad SAW berpijak sebelum melesat ke Sidratul Muntaha.

 

Khalifah lantas membangun kubah batu dengan dana besar-besaran. Sejarawan al Muqaddasi menuturkan, biaya pembangunannya mencapai 100 ribu koin emas dinar atau senilai Rp 2,1 triliun.

 

Ornamen bulan sabit juga ditemukan pada Masjid Cordoba. Masjid ini didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil (Khalifah Abdurrahman I), seorang keturunan Bani Umayyah yang lari dari Damaskus karena dikejar-kejar pasukan Abbasiyah.

Abdurrahman berhasil mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol.

 

Masjid Cordoba pun mulai dibangun pada 785 M. Bangunan masjid ini tidak sepenuhnya diberi atap. Ada bagian-bagian tertentu yang sengaja dibuat terbuka agar cahaya dan udara bisa masuk ke dalam masjid. Bentuk tiang-tiangnya menampilkan corak beragam, berbentuk melengkung. Satu bentuk lengkungan khas dalam seni bangunan Islam di Spanyol.

 

Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve disebutkan, terdapat lengkungan (arcade) berbentuk bulan sabit meng hadap ke bawah di atas kapitel. Kapitel ini berfungsi sebagai pengait kayu-kayu pilihan yang menghubungkan tiang-tiang masjid. Tiang yang pembuatannya amat halus dan menggunakan bahan tiang antik zaman Romawi.

 

Meski kerap disebut terinspirasi oleh budaya Romawi, Syukron mengungkapkan, penggunaan bulan sabit pada era Islam memiliki makna berbeda dengan kebudayaan sebelumnya. Menurut Syukron, umat Islam memiliki landasan sendiri dalam menggunakan simbol tersebut.

 

Bulan sabit merupakan pertanda bulan baru. Sejak masa Umar, perhitungan kalender Islam berdasarkan bulan atau Qomariyah. Hijrah menjadi momentum awal tahun kalender penanggalan yang kemudian disebut dengan hijriyah itu. Umat Islam pun memaknai hijrah lebih dari sekadar penanggalan, tapi juga proses pencarian menuju Sang Pencipta. "Hijrah berarti pindah dari jahiliyah ke tauhid atau dari jumud ke progresif," kata Syukron.

 

Penggunaan bulan sabit pun memang dekat dengan masyarakat gurun. Dilansir dari The Guardian, Linda dan Phil Homes dari Cottingham dan Humberside berpendapat, saat Islam berkembang di Arab, benda-benda langit memiliki fungsi berharga bagi penduduk lokal. Karavan-karavan mengarungi gurun pasir yang luas untuk berdagang. Untuk menghindari panas matahari, mereka berjalan ketika malam. Saat itu, posisi bulan dan bintang amat penting sebagai navigasi alami agar mereka tidak tersesat. Bulan lantas direpresentasikan sebagai petunjuk Tuhan untuk mengarungi kehidupan.

 

Jadi Lambang Kesultanan

 

Banyak kesultanan di Nusantara yang menggunakan lambang bulan sabit sebagai simbol. Di Aceh, Kesultanan Aceh Darussalam menggunakan bendera Alam Paeudeung. Bendera tersebut menjadi lambang resmi kerajaan pada masa Ali Mughayat Shah, sultan Aceh yang memimpin pada 1511-1530. Pada lambang yang disebut dengan Alam Peudeung ini, terdapat bulan sabit, bintang dan sebilah pedang. Tiga benda tersebut muncul di atas latar berwarna merah.

 

Bendera Alam Peudeung digunakan Kesultanan Aceh pada 1496-1904. Bahkan, kerajaan-kerajaan yang pernah berada di bawah Kesultanan Aceh pada abad 16 sampai abad 18 ikut menggunakan bendera tersebut, selain bendera kerajaan lokal masing-masing, seperti Kerajaan Asahan, Langkat, Deli, Serdang, dan lain-lain.

 

Nama Alam Peudeung berasal dari gabungan dua kata, yakni 'alam' dan 'peudeung'. Dalam manuskrip kitab Tazkirat al Tabagat Qanun Syara' Kerajaan Aceh karangan Syekh Syamsulbahri (1272 H) yang dikutip oleh Balai Pelestarian Budaya Aceh- Sumut, kata 'alam' dalam Alam Peudeung diambil dari Bahasa Arab yang berarti bendera. Sementara itu, 'peudeung' bermakna pedang.

 

Beberapa ahli berpendapat, bendera Aceh Alam Peudeung terinspirasi dari bendera Turki Utsmani. Terlebih adanya bulan sabit yang menyerupai lambang Utsmani. Caroline Finkel dalam The Story of Ottoman menulis "Muslim Sultanate of Aceh, when threatened by Portuguese expansionism, sought Ottoman assistance. The Ottoman troops were sent to aid the sultan against the Portuguese in 1537, 1547, 1566. Aceh formally requested the protection of the Ottomans. The Ottomans fleet set out form Suez to aid Aceh. And the Ottoman flag used by the Sultanate of Aceh''. (Caroline Finkel: 2005).

 

Sultan Aceh Ali Riayat Shah al- Kahhar pernah mengirim utusan ke Turki untuk meminta bantuan dalam menghadapi Portugis. Reputasi Turki Utsmani sebagai imperium terbesar di dunia pada masa Sultan Sulaiman al-Qanuni pun sampai pada masyarakat Nusantara, khususnya Aceh, yang sudah memeluk agama Islam. Sultan bahkan secara eksplisit menyatakan jika Kesultanan Aceh merupakan pembantu dan salah satu desa yang berada di bawah kekuasaan Utsmani.

 

Tak hanya Aceh, banyak kesultanan lain yang menggunakan lambang bulan sabit atau bulan sabit dengan tambahan bintang. Beberapa contohnya, yakni Kesultanan Mataram Islam, Kesultanan Pontianak, Kasunanan Surakarta, Kesultanan Serdang, Kesultanan Sumenep, hingga Kesultanan Banjar. Mereka menjadikan bulan sabit sebagai salah satu unsur lambang kesultanan. Kesultanan Ternate bahkan menggunakan lambang tersebut sebagai mahkota sultan.

 

3.     LAMBANG PADI & KAPAS

Dengan Berpedoman Kepada Pancasila sebagai Dasar NKRI, Lambang padi dan kapas dengan warna dasar putih di bagian kiri bawah perisai Garuda memiliki makna sebagai berikut:

v  Padi melambangkan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia, sedangkan kapas melambangkan sandang atau pakaian.

v  Kedua lambang ini bermakna kebutuhan pokok bangsa Indonesia untuk melangsungkan hidup. Lambang padi dan kapas juga bermakna kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia yang menjadi tujuan utama dalam pembangunan nasional.

v  Selain itu, padi dan kapas juga bermakna bahwa tidak ada kesenjangan sosial pada rakyat Indonesia.

 

4.    LAMBANG BURUNG ENGGANG GADING (BURUNG KHAS TANAH BORNEO YANG DI KERAMATKAN OLEH SUKU DAYAK)

Sebagai pencetus dan penulis makna daripada logo ini, penulis memiliki nasab Jawa dari pihak Ayah dan Nasab Dayak dari pihak Ibu, tepatnya sub-suku Dayak Khubitn dan sub-suku Dayak Dohoi. Walaupun ada garis keturunan Banjar juga dari pihak Ibu.

 

Berlandaskan pada hal tersebut tercetuslah inisiatif burung enggang sebagai logo utama BUM Desa Bersama, yang sebelumnya di percayakan kepada saya sendiri untuk mendesain nya, dan Alhamdulillah hasil karya tersebut dapat di terima, selain berdasarkan hal tersebut juga sebagai perhatian terhadap burung ini yang habitat dan populasinya yang terancam punah akibat penebangan liar, deforestasi serta perburuan liar hewan dilindungi.

 

Sedikit mengulas Suku Dayak, terutama sub-suku Dayak Dohoi adalah sub suku Dayak Rumpun Ot Danum yang bermukim di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Suku Dohoi menggunakan bahasa Dohoi yang termasuk rumpun bahasa Barito. Mata pencaharian orang Dohoi adalah bercocok tanam di ladang.

 

Suku Dayak Kubitn (Kubing, Kubin, Kuhin), terdapat di kabupaten Melawi mendiami kampung Bedaha dan kampung Begori yang berada di kecamatan Serawai dan juga mendiami kecamatan Menukung, kecamatan Belimbing dan kecamatan Nanga Pinoh. Populasi suku Dayak Kubitn diperkirakan berjumlah sekitar 5.000 orang.

 

Suku Dayak Kubitn berbahasa menggunakan bahasa Dayak Kubitn. Tetapi biasanya orang Dayak Kubitn juga bisa berbicara menggunakan bahasa lain seperti bahasa Dayak Melahui dan bahasa Dayak Dohoi. Bahasa Dayak Kubitn memiliki intonasi yang lebih tegas. Bahasa Kubitn ini sepintas mirip dengan Bahasa Limbai, karena kedua bahasa ini banyak menggunakan kata abon untuk mengatakan tidak ada.

 

Di kampung Begori, suku Dayak Kubitn hidup berbaur dengan orang Dayak Melahui dan Dayak Dohoi Uud Danum. Orang Dayak Kubitn yang hidup di Serawai ini memiliki tingkat kemiripan tata cara dengan orang Dayak Melahoi dan Dayak Uud Danum. Terkadang dalam penentuan adat mereka mengikuti ketentuan adat yang berlaku pada orang Dayak Uud Danum.

 

Tradisi lisan pada suku Dayak Kubitn memiliki banyak kesamaan tokohnya dengan tradisi lisan pada orang Dayak Dohoi Uud Danum. Walaupun tokoh dalam cerita rakyat orang Dayak Kubitn ini bisa dikatakan identik dengan tokoh yang ada di dalam cerita rakyat Dohoi, tetapi mereka menceritakannya dengan gaya dan dalam bahasa Kubit.

 

Kembali kepada makna Burung Enggang ini yang identik dengan kehidupan masyarakat Dayak bermaknakan lambang perdamaian dan persatuan, menjadi lambang kesetiaan dan kerukunan (Burung Enggang hidup berpasang-pasangan, dan tidak dapat hidup tanpa pasangannya), serta dapat ditemukan di hampir setiap ruang masyarakat dayak, seperti pada patung, ukiran, lukisan, pakaian, rumah, balai desa, serta monumen).

 

Kemudian pada sayapnya yang tebal menggambarkan pemimpin yang melindungi rakyatnya, suaranya yang keras menyimbolkan perintah pemimpin yang selalu di dengar oleh rakyat, ekornya yang panjang mejadi tanda kemakmuran rakyatnya, secara keseluruhan, burung Enggang menggambarkan watak seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya.

 

5.     LAMBANG EKOR BURUNG ENGGANG GADING BERJUMLAH 7 HELAI.

Sebagai WNI yang bersila pertama, yakni berketuhanan yang Maha Esa, ekor enggang gading yang berjumlah 7 helai ini , penulis sengaja mengisyaratkan pada angka 7 yakni berdasarkan kitab karangan Syekh Abi Nashr Muhammad bin Rahman al-Hamdani dalam kitab "As-Sab'iyyat fi Mawa'idh al-Bariyyat" mengungkap misteri dan keistimewaan angka 7, yakni :

v  Allah SWT menciptakan 7 lapis langit.

v  Allah SWT menciptakan 7 lapis langit yang dihiasi dengan keindahan bintang-bintang.

Seperti dengan firman-Nya "Dan Kami membangun di atas kamu tujuh langit yang kokoh." (QS An-Naba:12) dan "Dan Kami membangun di atas kamu tujuh langit yang kokoh." (QS An-Naba:12).

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang di langit dan menjadikannya terasa indah bagi orang yang memandangnya". (QS Al-Hijr:16).

v  Allah SWT menghiasi bumi dengan 7 daratan dan lautan.

Allah SWT menghiasi bumi dengan 7 daratan dan lautan. Sesuai dengan firman-Nya "Allah yang menciptakan 7 langit dan menciptakan bumi juga serupa." (QS Ath-Thalaq:12) dan "Dan ditambahkan kepadanya 7 lautan lagi setelah keringnya." (QS Luqman:27).

v  Allah SWT menghiasi Al-Qur'an dengan 7 ayat Surat Al-Fatihah.

Allah SWT menghiasi Al-Qur'an dengan tujuh jenis bacaan dan tujuh ayat dalam Surat Al-Fatihah. Sesuai dengan firman-Nya "Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu tujuh (ayat) yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung." (QS. Al-Hijr:87).

v  Allah SWT menghiasi manusia dengan tujuh anggota tubuh.

Allah SWT menghiasi manusia dengan tujuh anggota tubuh. Dua tangan untuk berdoa, dua kaki untuk berkhidmah dalam kebaikan, dua lutut untuk bersimpuh kepada Allah SWT, dan satu wajah untuk bersujud kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT "Dan sujudlah serta dekatkanlah dirimu kepada Allah." (QS. Al-Alaq:19).

v  Allah SWT menjadikan umur manusia menjadi tujuh masa.

Allah SWT menjadikan umur manusia menjadi tujuh masa. Berikut 7 masa yang dimaksud:

1.       Radli (Masa Menyusui),

2.       Fathim (Masa Penyapihan),

3.       Shabiy (Masa Kanak-Kanak),

4.       Ghulam (Masa Remaja),

5.       Syab (Masa Pemuda),

6.       Kahl (Masa Dewasa),

7.       Syaikh (Masa Tua).

v  Allah SWT berfirman "Dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memilikinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Fath:26). Selain itu, Syekh al-Hamidi juga menyebutkan 7 kata dalam kalimat tauhid لآ اِلٰهَ إِلَّا اللّهُ مُحَمَّدٌ رَسُوُلُ اللّهِ. Kalimat tersebut jika dipecah akan menjadi 7 kata yaitu:

1.       لآ (Tidak Ada)

2.       اِلٰهَ (Tuhan)

3.       إِلّا (Kecuali)

4.       اللّهُ (Allah)

5.       مُحَمَّدٌ (Muhammad)

6.       رَسُوُل (Utusan)

7.       اللّهِ (Allah)

v  Allah SWT menghiasi bumi ini dengan adanya tujuh wilayah/teritorial

Ø  Hidustan,

Ø  Hijaz,

Ø  Bashrah, Badiyah dan Kufah,

Ø  Irak, Syam, dan Khurasan sampai Balkha,

Ø  Romawi dan Armenia,

Ø  6 Negara tempat Ya'juj dan Ma'juj,

Ø  China dan Turkistan.

 

v  Allah SWT menciptakan 7 lapis neraka

ü  Jahannam

Neraka Jahanam tersebut kemudian disiapkan dari 7 pintu. Sebagaimana firman-Nya "Neraka Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Setiap pintu telah ditetapkan untuk golongan tertentu dari mereka." (QS. Al-Hijr:44).

ü  Sa'ir

ü  Saqar

ü  Jahim

ü  Hathamah

ü  Ladza

ü  Hawiyah

Pada akhirnya setiap makna yang tersirat itu adalah sebuah harapan, doa, dan cita-cita agar menjadi baik dan bermanfaat untuk khalayak ramai, juga kembali kepada sudut pandang  individu masing-masing, apabila dia angap baik maka bagus lah makna nya, namun apabila berpandangan negatif tentu bukan menjadi motivasi dalam bekerja.

Akhir kata dengan sedikit mengutip pesan dari Sayyidina Ali  yakni "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." (Ali bin Abi Thalib).

今生缘 (jīn shēng yuán) Affinities of this life | Lyrics Translation

今生缘 (jīn shēng yuán) Affinities of this life | Lyrics Translation 作词/作曲/演唱: 川子 zuò cí/zuò qǔ/yǎn chàng:chuān zǐ Lyricist/Composer/Artist: Ch...