Sunday, October 30, 2016

8 Cara Mencegah Bayi Lahir Cacat

Tidak semua tindakan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya  cacat pada bayi. Namun, setiap wanita hamil dapat meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh bayi dengan kondisi yang sehat dan normal dengan melakukan berbagai pola hidup sehat serta dengan melakukan beberapa kiat-kiat khusus sebelum mempersiapkan kehamilan.

Berikut beberapa kiat yang dapat dilakukan untuk mencegah lahirnya bayi cacat:

1. Menjaga asupan makanan bergizi
Konsumsi makanan yang sehat dan bergizi selama masa kehamilan dapat membantu dalam perkembangan bayi di dalam rahim dan mencegah bayi cacat.

2. Konsumsi asam folat
Asam folat merupakan vitamn B9 yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya bayi cacat seperti neural tuba defect atau lebih dikenal dengan cacat bawaan. Cacat bawaan tersebut timbul akibat tidak sempurnanya penutupan neural tube (tabung saraf) selama pertumbuhan embrional sehingga dapat berakibat kecacatan pada otak dan tulang belakang janin.
Asam folat yang dibutuhkan adalah 600 – 800 microgram setiap hari. Asam folat bisa dikonsumsi dalam bentuk suplemen atau dari bahan makanan seperti:
Sayur-sayuran seperti bayam, kubis, brokoli, asparagus, seledri, jagung, kaelanBuah-buahan seperti pisang, jeruk, tomat, melon, strawberry, papaya, bitKacang-kacanganIkan salmon dan hati ayam

3. Rutin melakukan pemeriksaan
Jika Anda ingin merencanakan kehamilan atau sudah mengetahui bahwa diri Anda sedang hamil, sebaiknya Anda rutin melakukan pemeriksaan ke dokter untuk menjaga kesehatan pada kehamilan Anda dan mencegah terjadinya kelahiran bayi cacat.
Pemeriksaan kehamilan ditujukan untuk mempersiapkan kondisi fisik maupun mental sang ibu di masa kehamilan dan kelahiran. Selain itu, hal tersebut bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kelainan pada masa kehamilan Anda sehingga dapat dicegah dan ditindaklanjuti sejak dini. Oleh karena itu, pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan angka kelahiran bayi cacat serta dapat menurunkan angka kematian sang ibu maupun janin.

4. Menghindari asupan alkohol selama hamil
Alkohol dapat masuk kedalam peredaran darah dan tali plasenta sehingga dapat mempengaruhi perkembangan janin dan meningkatkan risiko kelahiran bayi cacat. Tidak ada jumlah yang aman bagi ibu hamil untuk mengonsumsi alkohol, semua jenis alkohol berbahaya, terutama untuk kehamilan. Minum minuman beralkohol selama masa kehamilan dapat menyebabkan keguguran, janin meninggal di dalam rahim, kelahiran bayi cacat dan gangguan perilaku pada bayi.

5. Menghentikan kebiasaan merokok
Bahaya yang timbul akibat merokok ketika hamil adalah terjadinya kelahiran preterm(prematur) dan kelahiran bayi cacat seperti bibir sumbing maupun kelainan palatum (langit-langit mulut). Selain itu, merokok ketika hamil juga dapat menyebabkan kematian janin di dalam kandungan.

6. Mengindari paparan infeksi
Paparan infeksi pada wanita selama masa kehamilan dapat berdampak buruk pada perkembangan bayi. Hal tersebut dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat. Terdapat beberapa langkah dalam mencegah terjadinya infeksi selama masa kehamilan, yakni:
Rutin melakukan cuci tangan. Lakukan cuci tangan selama dua puluh detik dengan menggunakan sabun dan membilasnya dengan air mengalir sampai bersih.Memasak daging dengan tingkat kematangan yang baik.Menghindari orang yang sedang terinfeksi virus dengan cara memakai masker (pelindung) hidung.

7. Menjaga berat badan tubuh saat mempersiapkan kehamilan
Wanita yang memiliki berat badan obesitas (BMI lebih dari 30) dan sedang ingin mempersiapkan kehamilan harus berpikir untuk mengatur pola makan dan mengurangi berat badan, karena, wanita yang mengalami obesitas mempunyai risiko mengalami komplikasi selama kehamilan.
Konsultasikan dengan dokter untuk mencapai berat badan yang baik dalam mempersiapkan kehamilan jika Anda termasuk kedalam kategori obesitas.

8. Melakukan vaksinasi
Banyak vaksinasi yang disarankan untuk dilakukan sebelum kehamilan, selama kehamilan dan setelah masa kehamilan.
Vaksin yang disarankan sebelum masa kehamilan adalah vaksin MMR dan Vaksin yang dapat diberikan saat masa kehamilan adalah vaksin tetanus pertusis dan diphtheria.
Pastikan Anda melakukan konsultasi dengan dokter sebelum melakukan tindakan vaksinasi.

Sumber :
KlikDokter.com

PERDA Kab. Melawi No. 02 Th. 2009-Kerjasama Antar Desa

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI
NOMOR 2 TAHUN 2009

TENTANG

KERJASAMA ANTAR DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MELAWI,

Menimbang :
a. bahwa untuk mendorong peningkatan pelayanan dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan kesempatan untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi desa:
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 214 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Kerjasama Antar Desa.

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 149, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia 4344);
2. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Melawi Nomor 4 Tahun 2006 tentang Desa ( Lembaran Daerah Kabupaten Melawi tahun 2006 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Melawi Nomor 16).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MELAWI
dan
BUPATI MELAWI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG KERJA SAMA ANTAR DESA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Melawi;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Bupati adalah Bupati Melawi;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Melawi sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten Melawi;
6. Camat adalah Perangkat Daerah yang mempunyai Wilayah kerja ditingkat kecamatan dalam Kabupaten Melawi;
7. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
8. Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
9. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemeritahan desa;
10. Badan Permusyawaratan Desa selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah desa;
11. Kerjasama antar desa adalah suatu rangkaian kegiatan yang terjadi kerena ikatan formal antar desa dan atau desa dengan pihak ketiga untuk bersama-sama melakukan kegiatan usaha guna mencapai tujuan tertentu;
12. Perselisihan adalah perbedaan pendapat yang menimbulkan konflik antara desa atau desa dengan pihak ketiga dalam melaksanakan kegiatan;
13. Pihak ketiga adalah Lembaga, Badan Hukum dan Perorangan diluar Pemerintahan Desa.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2
Ruang Lingkup Kerjasama Desa meliputi :
a. Kerjasama antar desa dan/atau yang dilakukan sesuai kewenangannya untuk kepentingan desa dan diatur dengan Keputusan Bersama yang dilakukan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD dan dilaporkan kepada Bupati Melawi melalui Camat.
b. Untuk pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibentuk Badan Kerjasama.

BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 3
Kerjasama antar Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dimaksudkan untuk kepentingan desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 4
(1) Kerjasama antar Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar masyarakat.
(2) Kerjasama Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) berorientasi pada kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

BAB IV
BENTUK KERJASAMA

Pasal 5
(1) Kerjasama antar Desa dapat dilakukan antara :
a. Desa dengan desa dalam suatu kecamatan;
b. Desa dengan desa dilain kecamatan ;
c. Desa dengan pihak ketiga.
(2) Kerjasama antar desa sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas dengan Perjanjian Bersama setelah mendapatkan persetujuan BPD dilaporkan kepada Bupati melalui Camat.

BAB V
BIDANG KERJASAMA

Pasal 6
(1) Bidang Kerjasama antar Desa meliputi kegiatan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan.
(2) Bidang Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Bidang Peningkatan Perekonomian Masyarakat Desa;
b. Bidang Peningkatan Pelayanan Pendidikan;
c. Bidang Kesehatan;
d. Bidang Sosial Budaya;
e. Bidang Ketentraman dan Ketertiban;
f. Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna;
g. Batas Desa;
h. Lain-lain kerja yang menjadi kewenangan desa.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, adat isti adat serta kebiasaan yang berkembang dimasyarakat dengan berorientasi pada kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

BAB VI
TATA CARA KERJASAMA

Pasal 7
(1) Rencana Kerjasama terlebih dahulu dibahas dalam rapat musyawarah desa dengan Badan permusyawaratan Desa antara lain:
a. Bidang Kerjasama ;
b. Jangka waktu Kerjasama;
c. Hak dan Kewajiban dalam kerjasama;
d. Pembiayaan pelaksanaan kerjasama;
e. Pembagian hasil kerjasama;
f. Penyelesaian perselisihan.
(2) Hasil permusyawaratan sebagaimana dimaksud ayat (1), dibahas bersama dengan desa atau pihak ketiga yang akan melakukan kerjasama untuk disepakati dan ditetapkan dengan Keputusan dan/atau Perjanjian Bersama.

BAB VII
BADAN KERJASAMA

Pasal 8
(1) Untuk pelaksanaan kerjasama sebagai mana dimaksud Pasal 3 dapat dibentuk badan kerjasama.
(2) Badan kerjasama dimaksud ayat (1) terdiri dari unsur Pemerintahan Desa anggota BPD. Lembaga Kemasyarakatan Desa dan tokoh masyarakat dari Desa yang mengadakan kerjasama.
(3) Badan kerjasama bertugas menyusun rencana kegiatan dan pelaksanaannya.
(4) Struktur Organisasi Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kerjasama Antar Desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 9
(1) Perubahan, penundaan dan pembatalan terhadap bidang kerjasama sebagaimana dimaksud Pasal 4 dilakukan oleh kepala Desa yang melakukan kerjasama,dan ditetapkan dengan keputusan bersama dan / atau Perjanjian Kepala Desa setelah mendapatkan persetujuan BPD masing-masing.
(2) Keputusan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaporkan kepada Bupati melalui Camat.

BAB VIII
BIAYA PELAKSANAAN KERJASAMA

Pasal 10
(1) Pelaksanaan kerjasama antara desa yang membebani desa harus mendapat persetujuan BPD dimana pengelolaan keuangan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing kepala desa.
(2) Pembiayaan pelaksanaan kerjasama antar desa dengan pihak ketiga dan pengelolaan keuangan dipertanggungjawabkan berdasarkan perjanjian bersama para pihak.
(3) Segala kegiatan dan biaya dari bentuk kerjasama desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) wajib dituangkan dalam APB Desa.
(4) Dalam hal dibentuk Badan Kerjasama, maka pengelolaan keuangan pelaksanaan kerjasama antar desa dan atau desa dengan pihak ketiga dilakukan pengawasan oleh Badan kerjasama antar desa.

BAB IX
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 11
Penyelesaian perselisihan antara desa dan atau desa dengan pihak ketiga dilaksanakan secara musyawarah mufakat dengan mengikutsertakan Badan Kerjasa Desa.

Pasal 12
(1) Penyelesaian perselisihan kerjasama antar desa dalam suatu kecamatan difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
(2) Penyelesaian perselisihan kerjasama antar desa pada kecamatan yang berbeda dalam suatu Kabupaten difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati.

Pasal 13
(1) Penyelesaian perselisihan kerjasama antara desa dengan pihak ketiga dalam satu kecamatan difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
(2) Perselisihan kerjasama antar desa dengan pihak ketiga pada kecamatan yang berbeda dalam suatu kabupaten difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati Melawi.
(3) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pasal 12 dan 13 ayat (1) dan (2) bersifat final dan ditetapkan dalam suatu keputusan.

BAB X
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
DALAM KERJASAMA ANTAR DESA

Pasal 14
Peran BPD dalam Kerjasama Desa :
a. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah Desa terhadap rencana kerjasama antar desa;
b. mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan Kerjasama Antar Desa.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati.

Pasal 16
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Melawi.

Ditetapkan di Nanga Pinoh
pada tanggal 30 Desember 2009

BUPATI MELAWI,
ttd
A. SUMAN KURIK

Diundangkan di Nanga Pinoh
pada tanggal 30 Desember 2009

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MELAWI,
ttd
IVO TITUS MULYONO



LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MELAWI TAHUN 2009 NOMOR 2



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI
NOMOR 2 TAHUN 2009
TENTANG
KERJASAMA ANTAR DESA

I. UMUM
Dengan diterbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai Pengganti Undang-Undang 22 Tahun 1999 maka Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di Desa harus menghormati sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bahwa penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat, kerjasama antar desa merupakan salah satu cara dalam mempercepat dan mendukung pembangunan Desa,yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dengan prioritas kebutuhan masyarakat.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 sampai dengan Pasal 16 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 77

PERDA Kab. Melawi No. 02 Th. 2008-Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN
PERATURAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MELAWI,
Menimbang
:
bahwa untuk melaksakan ketentuan pasal 7 ayat (3) huruf B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, perlu menetapkan  Peraturan Daerah Kabupaten Melawi tentang Pembentukan dan Mekanisme penyusunan Peraturan Desa di Kabupaten Melawi.
Mengingat
:
1.       Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pembentukan  Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 149, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4344);
2.       Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3.       Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4.       Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.       Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
6.       Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
7.       Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8.       Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

9.       Peraturan Daerah Kabupaten Melawi Nomor 4 Tahun 2006 tentang Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Melawi Tahun 2006 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Melawi Nomor 16).

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MELAWI
Dan
BUPATI MELAWI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI TENTANG PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN  PERATURAN DESA. 

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1





Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.      Daerah adalah Kabupaten Melawi;
2.      Pemerintahan Daerah, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai mana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3.      Pemerintah Daerah, adalah Bupati Melawi beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Melawi;
4.      Bupati adalah Bupati Melawi;
5.      Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten;
6.      Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.      Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istitiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8.      Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan desa.
9.      Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan Lainnya yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan pewujudan demokratasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

10.  Peraturan Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
11.  Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
12.  Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa. 

BAB II
ASAS
Pasal 2



Dalam membentuk Peraturan desa harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan perundang-undangan yang baik meliputi :
a.       Kejelasan tujuan;
b.       Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c.       Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d.      Dapat dilaksanakan;
e.       Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f.        Kejelasan rumusan; dan
g.       Keterbukaan.
Pasal 3




Jenis Peraturan perundang-undangan pada tingkat desa meliputi meliputi :
a         Peraturan Desa;
b        Peraturan Kepala Desa;
c         Keputusan Kepala Desa.
Pasal 4




(1)    Materi muatan Peraturan desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2)    Materi muatan peraturan kepala desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf b adalah penjabaran pelaksanaan peraturan desa yang bersifat pengaturan.
(3)    Materi muatan keputusan kepala desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c adalah penjabaran pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa yang bersifat penetapan.
Pasal 5




Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
BAB III
PERSIAPAN DAN PEMBAHASAN
Pasal 6




Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa dan dapat berasal dari usul inisiatif Badan Permusyawaratan Desa.
Pasal 7




(1)   Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap rancangan peraturan desa.
(2)   Masukan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam proses penyusunan rancangan peraturan desa
(3)   Mekanisme penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati
Pasal 8




Rancangan Peraturan Desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD.
Pasal 9




Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah Desa dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama BPD.
Pasal 10



(1)   Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui bersama BPD, sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa Kepada Bupati untuk dievaluasi.
(2)   Hasil evaluasi rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Bupati paling lama 20 (dua puluh) hari sejak Rancangan peraturan Desa tersebut diterima.
(3)   Apabila Bupati belum memberikan hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa menjadi Peraturan Desa.     
Pasal 11



(1)   Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dapat didelegasikan kepada Camat;
(2)   Pendelegasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB IV
PENGESAHAN DAN PENETAPAN
Pasal 12



(1)   Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui  bersama oleh Kepala Desa dan BPD disamapaikan oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
(2)   Penyampaian rancangan Peraturan Desa sebagaiman dimasud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Pasal 13



Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pasal 12 wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut.
Pasal 14



Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan.

Pasal 15



(1)      Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa tersebut.
(2)      Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berlaku surut. 

BAB V
PENYAMPAIAN PERATURAN DESA
Pasal 16


Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

BAB VI
PENYEBARLUASAN
Pasal 17
Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan  kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18



(1)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan mekanisme penyusunan Pembentukan, teknik penyusunan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan Daerah ini .  
(2)      Hal-hal yang belum diatur dan atau belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 19


Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Melawi.

Ditetapkan  di Nanga Pinoh
pada tanggal   2  September     2008
BUPATI MELAWI,
TTD
A. SUMAN KURIK
Diundangkan di Nanga Pinoh
pada tanggal    3 Sepetember    2008
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MELAWI,
TTD
MARTIN LUTHER.D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MELAWI TAHUN 2008 NOMOR 2


















PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI
NOMOR   2  TAHUN 2008

TENTANG

PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN
PERATURAN DESA


I. PENJELASAN UMUM

            Sesuai dengan Prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, Desa atau sebutan lain diberi kewenangan untuk mengantur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui. Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, Badan Permusyawaratan Desa bersama Pemerintah Desa menyusun peratuaran Desa dan Kepala Desa menyusun peraturan Pelaksanaannya, yaitu peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
            Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa harus disusun secara benar sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan teknik penyusunannya. Untuk itu perlu adanya pedoman penyusunan dan standarrisasi bentuk Peraturan Desa, peraturan Kpala Desa dan Keputusan Kepala Desa.


II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 s/d  pasal
16
:
 Cukup jelas.

                     



TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 62


















LAMPIRAN  :  PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI
                          NOMOR        2   TAHUN 2008
                          TANGGAL   2  SEPTEMBER  2008
                          TENTANG   PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN       PERATURAN DESA

TEKNIK PENYUSUNAN

Kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa terdiri dari :
A.    Penamaan/Judul;
B.    Pembukaan;
C.   Batang Tubuh;
D.   Penutup; dan
E.    Lampiran (bila diperlukan).
Uraian dari masing-masing substansi kerangka Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, sebagai berikut :
A.   Penamaan / Judul:
1.    Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mempunyai penamaan/judul.
2.    Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau keputusan yang diatur.
3.    Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
4.    Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.
Contoh Penulisan Penamaan/Judul:
a.    Jenis Peraturan Desa

PERATURAN DESA ……………
NOMOR ………….

TENTANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA


b.    Jenis Peraturan Kepala Desa
PERATURAN KEPALA DESA …………….
NOMOR ……………..
TENTANG
IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA

c.    Jenis Keputusan Kepala Desa

KEPUTUSAN KEPALA DESA …………….
NOMOR ………………
TENTANG
PEMBENTUKAN PANITIA HARI ULANG TAHUN RI KE 63

B. Pembukaan
1.   Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :
a.    Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
b.    Jabatan pembentuk Peraturan Desa.
c.    Konsiderans;
d.    Dasar Hukum;
e.    Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa";
f.     Memutuskan; dan
g.    Menetapkan.
2.   Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa terdiri dari:
a.    Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
b.    Jabatan pembentuk Peraturan Kepala Desa.
c.    Konsiderans;
d.    Dasar Hukum;
e.    Memutuskan; dan
f.     Menetapkan.
3. Pembukaan pada Keputusan Kepala Desa terdiri dari:
a.    Frasa "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
b.    Jabatan pembentuk Keputusan Kepala Desa;
c.    Konsiderans;
d.    Dasar Hukum; dan
e.    Memutuskan;

PENJELASAN

a.    Frasa "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa" merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, cara penulisan seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.
Contoh:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


b.    Jabatan
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).
Contoh:


KEPALA DESA ………………,
c.    Konsiderans
Konsiderans harus diawali dengan kata "Menimbang" yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang, alasan-alasan serta landasan yuridis, filosofis, sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian, dari tiap-tiap pokek pikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dan diakhiri dengan tanda titik koma (;).

Contoh :
Menimbang  :        a.   ……………………………………………………………..;
b.   ……………………………………………………………...;
c.   ………………………………………………………………;

d.    Dasar Hukum
1)   Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasar hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa, Peratt ran Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur.
2)   Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu :
a)    Landasan yuridis kewenangan membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa; dan
b)    Landasan yuridis materi yang diatur.
3)    Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang-undangan yang tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat.
Catatan  :  Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis peraturan perundang-undangan.
4)    Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarkhi peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundang­undangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundang­undangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.
5)    Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau ada).
6)    Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;)
Contoh penulisan Dasar Hukum:
Mengingat    :  1.   Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4546);
3.    Peraturan Daerah Kabupaten Melawi ... Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Daerah Kabupaten Melawi Tahun ... Nomor ... , Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Melawi Nomor ...)
e.   Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa", merupakan kalimat yang harus dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya dilakukan sebagai berikut :
1)    Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;
2)    Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital;
3)    Kata "antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan
4)    Kata "Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:
Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ………………
dan
KEPALA DESA ……………

f.    Memutuskan
Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah ditengah margin.

g.   Menetapkan
Kata "menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata "Menimbang" dan "Mengingat". Huruf awal kata "Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:).

Contoh :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : ………………….    dst.
Penulisan kembali nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan dilakukan sesudah kata "menetapkan" dan Cara penulisannya adalah :
·         Menuliskan kembali nama yang tercantum dalam judul;
·         Nama tersebut di atas, didahului dengan jenis peraturan yang bersangkutan;
·         Nama dan jenis peraturan tersebut, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).

Pada Peraturan Desa sebelum kata "MEMUTUSKAN" dicantumkan frasa:
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN ………………………..
dan
KEPALA DESA …………………..

Contoh :
a)   Jenis Peraturan Desa
MEMUTUSKAN :
Menetapkan      : PERATURAN DESA ………. TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH DESA ……….
b)   Jenis Peraturan Kepala Desa MEMUTUSKAN:

Menetapkan            :  PERATURAN KEPALA DESA …………. TENTANG TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH

c)   Jenis Keputusan Kepala Desa
MEMUTUSKAN :
Menetapkan      :  KEPUTUSAN KEPALA DESA …………… TENTANG PENUNJUKAN PETUGAS JAGA SISKAMLING.

Catatan :
Contoh pembukaan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut:

a.    Peraturan Desa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA ………..,

Menimbang    :  a.   ……………………………………………;
b... ……………………………………………;
c... ………………………………………..dst;

Mengingat      :  1.   ……………………………………………;
2... ……………………………………………;
3... ………………………………………..dst;

Dengan persetujuan bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ………..
dan
KEPALA DESA …………….

MEMUTUSKAN:

Menetapkan   :  PERATURAN DESA NIAGA TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH DESA ……………

b.    Peraturan Kepala Desa Ditulis seperti huruf a tapi dengan persetujuan bersama tidak usah diketik.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan   :  PERATURAN KEPALA DESA …………. TENTANG
TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH.



c.    Keputusan Kepala desa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA TANJUNG NIAGA,

Menimbang    :  a.   ……………………………………………;
b... ……………………………………………;
c... ………………………………………..dst;

Mengingat      :  1.   ……………………………………………;
2... ……………………………………………;
3... ………………………………………..dst;


Menetapkan   :  KEPUTUSAN KEPALA DESA ……………. TENTANG PENETAPAN PETUGAS SISKAMLING.

KESATU        :  ……………………………………………………………...         
KEDUA           :  ………………………………………………………………
KETIGA          :. ……………………………………………………..dst

C. Batang Tubuh
Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasal­pasal atau diktum-diktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala Desa yang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang bersifat penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum-diktum.

Uraian masing-masing batang tubuh, sebagai berikut :
1.   Batang Tubuh Peraturan Desa
a.   Batang Tubuh Peraturan Desa
1)    Ketentuan Umum;
2)    Materi yang diatur;
3)    Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan
4)    Ketentuan Penutup.
b.   Pengelompokan materi dalam Bab, Bagian dan Paragraf tidak merupakan keharusan.
Jika Peraturan Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bab, Bagian dan Paragraf. Pengelompokan materi-materi dalam Bab, Bagiar dan Paragraf dilakukan atas dasar kesamaan kateguri atau kesatuan lingkup isi materi yang diatur.
Urutan penggunaan kelompok adalah :
1)    Bab dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf;
2)    Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf;
3)    Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal.
c.   Tata cara penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat ditulis sebagai berikut :
1)    Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf kapital.
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM
2)    Bagian diberi nomor unit dengan bilangan yang ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak pada awal frasa.


Contoh :

BAB II
( ……… JUDUL BAB ……...            )

Bagian Kedua
..............................................................

3)    Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf kecil.

Contoh :
Bagian Kedua
( ……… Judul Bagian ………)

Paragraf Kesatu
(Judul Paragraf)
4)    Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital.

Contoh :

Pasal 5


5)    Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor unit dengan angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat.
Contoh :

Pasal 21

(1)                                                                                       
(2)                                                                                       
(3)                                                                                       

Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka di samping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi.

Contoh :
Pasal ....

Kartu tanda iuran pedagang sekurang-kurangnya harus memuat nama pedagang, jenis dagangan, besarnya iuran, alamat pedagang.
lsi pasal ini dapat lebih mudah dipahami dan jika dirumuskan sebagai berikut :

Kartu tanda iuran sekurang-kurangnya harus memuat :
a.    nama pedagang;
b.    jenis dagangan;
c.    besarnya iuran; dan
d.    alamat pedagang.

Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan tabulasi, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.    Setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan kalimat berikut :
b.    Setiap rincian diawali dengan huruf abjad kecil;
c.    Setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma (;);
d.    Jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil, maka unsur yang lebih kecil dituliskan agak ke dalam.
e.    Kalimat yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua (:);
f.     Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika rincian lebih dari empat tingkat, maka perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam beberapa pasal.
Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian yang kumulatif, maka perlu ditambahkan kata "dan" di belakang rincian kedua dari belakang.
Contoh :
a.   Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya.
(3) ………………………………………
a    ……………………..; dan
b    …………………………..
b.   Jika suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2, dan seterusnya.
(4) ………………………………………
a.   …………………………………;
b.   …………………………………; dan
c.   …………………………………;
1.    ………………………………….;
2.    ………………………………….; dan
3.    ………………………………….;
a)    …………………………………..;
b)    …………………………………..; dan
c)    …………………………………..;
1)    …………………………………….;
2)    …………………………………….; dan
3)    …………………………………….;
Gambaran penulisan kelompok Batang Tubuh secara keseluruhan adalah :

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
(Isi Pasal 1)
BAB II
(Judul Bab)
Pasal ...
(Isi Pasal)
BAB III
(Judul Bab)

Bagian Kesatu

(Judul Bagian)

Paragraf Kesatu
(Judul paragraf)

Pasal ….

(1)  (Isi ayat);
(2)  (Isi ayat);
Perincian ayat :
a.   ………………  : dan
b.   ………………  :
1.   Isi sub ayat;
2.   …………………;
3.   ………………….  
a)    (perincian sub ayat);
b)    ……………………;
c)    ……………………
1)    (perincian mendetail dari sub ayat);
2)    …………….         

Penjelasan masing-masing kelompok batang tubuh adalah :

a.   Ketentuan Umum
Ketentuan umum diletakkan dalam Bab Kesatu atau dalam pasal pertama, jika tidak ada pengelompokan dalam bab.
Ketentuan umum berisi :
1)    Batasan dari pengertian;
2)    Singkatan atau akronim yang digunakan dalam Peraturan Desa; dan
3)    Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya.

Jika ketentuan umum berisi lebih dari satu hal, maka setiap batasan dari pengertian dan singkatan atau akronim diawali dengan angka arab dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).

Contoh :
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan :
1.    Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi.
2.    …………………………………………………………….
3.    …………………………………………………………….

Urutan pengertian atau istilah dalam Bab Ketentuan Umum hendaknya mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1.    Pengertian atau istilah yang ditemukan lebih dahulu dalam materi yang diatur ditempatkan teratas.
2.    Jika pengertian atau istilah mempunyai hubungan atau kaitan dengan pengertian atau istilah terdahulu, maka pengertian atau istilah yang ada hubungannya itu diletakkan dalam saw kelompok berdekatan.

b.   Ketentuan Materi yang akan diatur.
Materi yang diatur adalah, semua obyek yang diatur secara sistematik sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Materi yang diatur harus memperhatikan dasar­dasar dan kaidah-kaidah yang ada seperti :
1)    Landasan hukum materi yang diatur artinya dalam menyusun materi Peraturan Desa harus memperhatikan dasar hukumnya.
2)    Landasan  filosofis, artinya alasan yang mendasari diterbitkannya Peraturan Desa.
3)    Landasan sosiologis, maksudnya agar Peraturan Desa 3 ang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat, misalnya adat istiadat, agama.
4)    Landasan politis, maksudnya agar Peraturan Desa yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
5)    Tata cara penulisan materi yang diatur adalah :
a)    Materi yang diatur ditempatkan langsung setelah Bab Ketentuan Umum atau pasal-pasal ketentuan umum jika tidak ada pengelompokan dalam bab.
b)    Dihindari adanya Bab tentang Ketentuan Lain-lain. Materi yang akan dijadikan materi Ketentuan Lain-lain, hendaknya ditempatkan dalam kelompok materi yang diatur dengan judul yang sesuai dengan materi tersebut.
Ketentuan Lain-lain hanya dicantumkan untuk ketentuan yang lain dari materi yang diatur, namun mempunyai kaitan dan perlu diatur. Penempatan bab Ketentuan Lain-lain dicantumkan pada bab atau pasal te:akhir sebelum Bab Ketentuan Peralihan.
c.   Ketentuan Peralihan
Ketentuan Peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara azas mengenai akibat kehadiran peraturan baru dengan keadaan sebelum peraturan baru itu berlaku. Pada azasnya pada saat peraturan baru berlaku, maka semua peraturan lama beserta akibat-akibatnya menjadi tidak berlaku. Kalau azas ini diterapkan tanpa memperhitungkan keadaan yang sudah berlaku, maka dapat timbul kekacauan hokum, ketidakpastian hukum atau kesewenang-wenangan hukum.

Untuk menampung akibat berlakunya peraturan baru terhadap peraturan lama atau pelaksanaan peraturan lama, diadakan ketentuan atau aturan peralihan. Dengan demikian Ketentuan Peralihan berfungsi :
1)   Menghidari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum (Rechtsvacuum).
2)    Menjamin, kepastian hukum (Rechtszekerheid).
3)    Perlindungan hukum (Rechtsbeseherming), bagi rakyat atau kelompok tertentu atau orang tertentu.

Jadi pada dasarnya, Ketentuan Peralihan merupakan "penyimpangan" terhadap peraturan baru itu sendiri.
Suatu penyimpangan yang tidak dapat dihindari (Necessery evil) dalam rangka mencapai atau mempertahankan tujuan hukum secara keseluruhan (ketertiban, keamanan dan keadilan). Penyimpangan ini bersifat sementara, karena itu dalam rumusan Ketentuan Peralihan harus dimuat keadaan atau syarat-syarat yang akan mengakhiri masa peralihan tersebut. Keadaan atau syarat tersebut dapat berupa pembuatan peraturan pelaksanaan baru (dalam rangka melaksanakan peraturan baru) atau penentuan jangka waktu tertentu atau mengakui secara penuh keadaan yang lama menjadi keadaan baru.

d.   Ketentuan Penutup
Ketentuan Penutup merupakan bagian terakhir Batang Tubuh Peraturan Desa, yang biasanya berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1)   Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan Peraturan Desa, yaitu berupa :
a) Pelaksanaan sesuatu yang bersifat menjalankan (eksekutif), yaitu menunjuk pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk melaksanakan hal-hal tertentu.
b) Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur (legislatif), yaitu pendelegasian kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan (Peraturan Kepala Desa).
2)   Nama singkatan (Citeer Titel).
3)   Ketentuan tentang saat mulai berlakunya Peraturan Desa dapat melalui cara-cara sebagai berikut :
a)    Penetapan mulai berlakunya Peraturan Desa pada suatu tanggal tertentu;
b)    Saat mulai berlakunya Peraturan Desa tidak harus sama untuk seluruhnya (untuk beberapa bagian dapat berbeda).
4)   Ketentuan tentang pengaruh Peraturan Desa yang baru terhadap Peraturan Desa yang lain.

2.   Batang Tubuh Peraturan Kepala Desa

a.   Peraturan Kepala Desa adalah bersifat Mengatar (Regelling).
1)   Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua materi yang akan dirumuskan dalam paeal-pasal.
2)   Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas :
a)    Ketentuan Umum;
b)    Materi yang diatur;
c)    Ketentuan Peralihan (kalau ada);
d)    Ketentuan Penutup.

3)   Materi muatan Peraturan Kepala Desa adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan Desa.
4) Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh Peraturan Kepala Desa, sama halnya dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Desa.

b.   Keputusan Kepala Desa adalah bersifat Penetapan (Besehiking).

1)   Batang Tubuh Keputusan Kepala Desa memuat semua materi
muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
2)    Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur.

Contoh :

KESATU ... :..............................................................
KEDUA ...... :..............................................................

3)    Diktum terakhir menyatakan Keputusan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Catatan :
Ketentuan Umum dan Ketentuan Peralihan tidak perlu ada dalam Batang Tubuh, karena Keputusan Kepala Desa yang bersifat penetapan adalah konkrit, individual dan final.

D. Penutup
Penutup suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa, memuat hal-hal sebagai berikut :
a.    Rumusan tempat dan tanggal pcnetapan, diletakkan di sebelah kanan;
b.    Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca koma;
c.    Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar dan pangkat;
d.   Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa ditandatangani oleh Kepala Desa;

E.   Penjelasan
Adakalanya suatu Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa memerlukan penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal.

Pada Bagian penjelasan umum biasanya dimuat politik hukum yang melatarbelakangi penerbitan Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan. Pada bagian penjelasan pasal demi pasal dijelaskan materi dari norma-norma yang terkandung dalam setiap pasal di dalam batang tubuh.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan adalah :
1.    Pembuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa agar tidak menyadarkan argumentasi pada penjelasan, tetapi harus berusaha membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dapat meniadakan keragu­raguan dalam interprestasi.
2.    Naskah penjelasan disusun (dibuat) bersama-sama dengan Rancangan Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan.
3.    Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu.
4.    Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lain.
5.    Judul penjelasan lama dengan judul Peraturan Desa dan, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan.
6.    Penjelasan terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal yang pembagiannya dirinci dengan angka romawi.
7.    Penjelasan umum memuat uraian sistimatis mengenai latar belakang pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan serta pokok-pokok atau azas yang dibuat dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa.
8.    Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab jika hal itu lebih memberikan kejelasan.
9.    Tidak boleh ber.tentangan dengan apa yang diatur dalam materi Peraturan Desa, atau Peraturan Kepala Desa.
10.  Tidak boleh memperluas atau menambah norma yang sudah ada dalam batang tubuh.

11.  Tidak boleh sekedar pengulangan semata-mata dari materi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa.
12.  Tidak boleh memuat istilah atau pengertian yang sudah dimuat dalam ketentuan umum.
13.  Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan, dipisahkan dan diberi keterangan cukup jelas.


III.  PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA ATAU KEPUTUSAN KEPALA DESA

Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dapat meliputi :
1.    Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
2.    Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a.    Dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuknya.
b.    Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dengan peraturan kepala desa sedangkan Keputusan Kepala Desa diubah dengan Keputusan Kepala Desa.
c.    Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa dilakukan tanpa mengubah sistematika yang diubah.
d.    Dalam penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa mana yang diubah dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan yang keberapa kali.

Contoh perubahan yang pertama kali :

PERATURAN DESA …………..
NOMOR …… TAHUN 200….

TENTANG


PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DESA ……….. NOMOR …. TAHUN ….
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

Contoh perubahan selanjutnya :

PERATURAN DESA ………..
NOMOR …. TAHUN 200…
TENTANG

PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN DESA …….. NOMOR …TAHUN 20….
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

e.   Dalam konsiderans Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang diubah, harus dikemukakan alasan‑ alasan atau pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan.
f.    Batang tubuh Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa etau Keputusan Kepala Desa yang diubah, hanya ditulis dengan angka Romawi, dimana pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan sebagai berikut :
1)    Pasal I memuat segala sesuatu perubahan dengan diawali penyebutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Desa yang diubah dan urutan perubahan-perubahan tersebut hendaknya ditandai dengan huruf besar A, B, C dan seterusnya.
2)    Pasal II memuat ketentuan mengenai mulai berlakunya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa perubahan tersebut.
g.    Apabila Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan berulang kali, sebaiknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut dicabut dan diganti Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
h.    Apabila pembuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa berniat mengubah secara besar-besaran demi kepentingan pemakai, lebih baik apabila dibentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
i.      Cara-cara merumuskan perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa (dalam Pasal I) sebagai berikut :
1)   Apabila suatu Bab, Bagian, Pasal atau ayat akan dihapuskan, angka satu nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskar tetapi tanpa isi, hanya dituliskan "dihapus".

Contoh :

BAB V Pasal dihapus.

2)   Apabila di antara dua pasal akan disisipkan suatu pasal baru yang tidak merupakan suatu penggantian dari suatu pasal yang telah dihapuskan itu, maka pasal baru itu tidak boleh ditempatkan pada tempat pasal yang dihapuskan.
Dalam penulisannya pasal baru itu ditempatkan di antara kedua pasal tersebut dan diberi nomor sesuai dengan pasal yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A (Kapital).
Contoh :
Apabila di antara Pasal 14 dan Pasal 15 akan disisipkan pasal baru, maka pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A.

3)    Apabila diantara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru itu tersebut ditempatkan di antara kedua ayat yang ada dan diberi nomor sesuai dengan ayat yang terdahulu dengan menambahkan huruf a.
Contoh :
Apabila diantara ayat (1) dan ayat (2) akan disisipkan ayat baru, maka diletakkan diantara ayat (1) dan ayat (2) dan dituliskan ayat (la).

4)    Apabila suatu perubahan mengenai peristilahan yang mempunyai kesatuan makna, maka perubahannya diusahakan agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru.
Contoh :
Jika istilah "wilayah Dusun Kempul" akan diubah menjadi "wilayah Dusun Mertaina", maka janganlah hanya mengubah perkataan "Kempul" menjadi "Mertaina", tetapi seyogyanya perubahan tersebut dilakukan sebagai berikut : wilayah Dusun Kempul diganti dengan wilayah Dusun Mertaina.


IV.  PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA ATAU KEPUTUSAN KEPALA DESA

a.   Pencabutan dengan penggantian

Pencabutan dengan penggantian terjadi apabila Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang ada digantikan dengan Peraturan Desa, atau Keputusan Kepala Desa yang baru. Bentuk luar (kenvorm) dari Peraturan Desa, atau Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru ini sama seperti lazimnya pada Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa lainnya.

Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan).
Contoh :

Menimbang     :  a.   bahwa ...tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
b.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan ...;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan      :  PERATURAN DESA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA.

Akan tetapi apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di belakang (dalam ketentuan penutup). Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dicabut tersebut akan tercabut, tetapi tidak beserta akar-akarnya, dalam arti Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut tercabut, tetapi peraturan pelaksanaanya masih dapat dinyatakan berlaku.

Contoh :

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 88

Dengan berlakunya Peraturan Desa ini, maka Peraturan Desa ……. Nomor 21 Tahun 200…tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dinyatakan tidak berlaku.

b.   Pencabutan tanpa penggantian

1)   Dalam pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dilakukan tanpa penggantian, bentuk luar (kenvorm) Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa, yaitu bahwa batang tubuh Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa tersebut akan terdiri atas dua pasal yang diberi angka arab di mana masing-masing pasal tersebut berisi :
-  Pasal 1      : berisi tentang ketentuan oencabutan produk hukum daerah.
-  Pasal 2      : berisi tentang ketentuan mu!ai berlakunya Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut.
2)   Pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa juga dilakukan oleh Pejabat yang berwenang membentuknya dan dengan peraturan yang sejenis.

V.   RAGAM BAHASA


Ragam Bahasa yang dipakai dalam menyusun Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa adalah :

Contoh:
PERATURAN DESA ...
TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DESA ...
NOMOR ... TENTANG ...

A.   Bahasa Perundang-undangan
1.   Bahasa perundang-undangan termasuk Bahasa Indonesia yang tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat maupun pengejaannya. Bahasa perundang-undangan mempunyai corak dan gaya yang khas yang bercirikan kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan dan keserasian.
2.   Dalam merumuskan materi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa, maka pilihlah kalimat yang lugas dalam arti tegas, jelas dan mudah ditangkap pengertiannya, tidak berbelit-belit. Kalimat yang dirumuskan tidak menimbulkan salah tafsir atau menimbulkan pengertian yang berbeda bagi setiap pembaca. Hindari pemakaian istilah yang pengertiannya kabur dan kurang jelas. Istilah yang dipakai sebaiknya sesuai dengan pengertian yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari.
3.   Hindari pemakaian :
a.    Beberapa istilah yang berbeda untuk pengertian yang sama.
b.    Satu istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda.

4.   Untuk mendapatkan kepastian hukum, istilah dan arti dalam peraturan pelaksanaan harus disesuaikan dengan istilah dan arti yang dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.
5.   Apabila istilah tertentu dipakai berulang-ulang, maka untuk menyederhanakan susunan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa dapat dibuat definisi yang ditempatkan dalam Bab Ketentuan Umum.
6.   Jika istilah tertentu dipakai berulang-ulang maka untuk menyederhanakan susunan suku kata dapat menggunakan singkatan atau akronim.
7.   Singkatan nama atau badan atau lembaga yang belum begitu dikenal umum dan bila tidak dimuat dalam Ketentuan Umum, maka setelah tulisan lengkapnya, singkatannya dibuat di antara tanda kurung.
8.   Dianjurkan sedapat mungkin menggunakan istilah pembentukan Bahasa Indonesia. Pemakaian (adopsi) istilah asing yang banyak dipakai dan sudah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat dipertimbangkan dan dibenarkan, jika istilah asing itu memenuhi syarat :
a.    Mempunyai konotasi yang cocok;
b.    Lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia.
c.    Lebih mudah tercapainya kesepakatan.
d.    Lebih mudah dipahami dari pada terjemahan Bahasa Indonesia.

B.   Pilihan Kata atau istilah

1.    Pemakaian kata "Kecuali"
Untuk menyatakan makna tidak termasuk dalam golongan, digunakan kata "kecuali". Kata "kecuali" ditempatkan di awal kalimat jika yang dikecualikan induk kalimat.
Contoh :
Kecuali A dan B, setiap warga Desa wajib melaksanakan Siskamling.

2.    Pemakaian kata "Disamping". Untuk menyatakan makna termasuk, dapat digunakan kata "disamping".
Contoh :
Disamping membayar iuran keamanan, warga yang berstatus Pegawai Negeri Sipil juga dikenai kewajiban melaksanakan Siskamling.

3.    Pemakaian kata "Jika" dan kata "Maka".
Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan, digunakan kata "jika" atau frasa "dalam hal". Gunakan kata "jika" bagi kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi lebih dari sekali dan setelah anak kalimat diawali kata "maka".

Contoh :
Jika terdapat warga Desa yang tidak melaksanakan Siskamling, maka ....................

4.   Pemakaian kata "Apabila".
Untuk menyatakan atau menunjukkan uraian atau penegasan waktu terjadinya sesuatu, sebaiknya menggunakan kata "apabila" atau "bila".

Contoh :
Salah satu warga Desa dapat tidak melaksanakan tugas Siskamling, apabila sakit.
5.   Pemakaian kata "dan", "atau", "dan atau".
a.    Untuk menyatakan sifat yang kumulatif, digunakan kata "dan".
Contoh :
A dan B wajib memberikan .............
b.    Untuk menyatakan sifat alternatif atau eksekutif digunakan kata "atau"
Contoh :
A atau B wajib memberikan ..............


c.   Untuk menyatakan sifat alternatif ataupun kumulatif, digunakan frasa "dan atau".
Contoh :
A dan atau B wajib memberikan ...........

6.    Untuk menyatakan istilah hak, digunakan kata "berhak"
Contoh :
Setiap warga Desa Tribuana yang telah berumur 17 (tujuh bolas) tahun berhak untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

7.    Untuk menyatakan kewenangan, digunakan kata "dapat" atau kata "boleh".
Kata "dapat" merupakan kewenangan yang melekat pada seseorang, sedangkan kata "boleh" tidak melekat pada diri seseorang. Untuk menyatakan istilah kewajiban, digunakan kata "wajib".
Contoh :
-        Kepala desa dapat memberikan dispensasi bagi warga yang sedang mengalami musibah.
-        Setiap warga Desa wajib membayar iuran keamanan.

8.    Untuk menyatakan istilah sekedar kondisi atau persyaratan, digunakan kata "harus".
Contoh :
Untuk menduduki suatu jabatan Kepala Urusan Keuangan, seorang calon Kepala Urusan Keuangan harus terlebih dahulu mengikuti kursus Bendaharawan.

9.    Untuk menyangkal suatu kewajiban atau kondisi yang diwajibkan, digunakan frasa "tidak diwajibkan" atau "tidak wajib".

Contoh :
Warga Desa yang belum berumur 17 tahun dan belum kawin, tidak diwajibkan untuk mengikuti pemilihan Kepala Dusun.

C. Teknik Pengacuan

1.   Untuk mengacu pasal lain. Digunakan frasa "sebagaimana dimaksud dalam". Sedangkan untuk mengacu ayat lain, digunakan (rasa "sebagaimana dimaksud pada".

Contoh :

............... sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 .......................................
............... sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ...........................................

Jika mengacu ke peraturan lain, pengacuan dengan urutan pasal, ayat dan judul Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa.
Contoh :
………….  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan
Desa Tanjung Niaga Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
2.    Pengacuan dilakukan dengan mencantumkan secara singkat materi pokok yang diacu. Pengacuan hanya boleh dilakukan ke peraturan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
3.    Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor dari pasal atau ayat yang diacu, dan hindarkan penggunaan frasa "pasal yang terdahulu" atau "pasal tersebut di atas" atau "Pasal ini".
Contoh :
Panitia Pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), bertugas ………
Jika ketentuan dari pengaturan yang diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah "tetap berlaku" dapat digunakan.


TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR

今生缘 (jīn shēng yuán) Affinities of this life | Lyrics Translation

今生缘 (jīn shēng yuán) Affinities of this life | Lyrics Translation 作词/作曲/演唱: 川子 zuò cí/zuò qǔ/yǎn chàng:chuān zǐ Lyricist/Composer/Artist: Ch...