PUASA DI BULAN RAJAB
Puasa Rajab/Rejab/Rejeb terjadi pada bulan ke tujuh dari tanggalan hijriyah. Pada bulan rajab ini, umat muslim disunnahkan untuk berpuasa dalam mempersiapkan rohani untuk Ramadhan.
Rasulluah Saw juga mengajarkan kita untuk berdoa dalam menyambut bulan puasa. Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam terjadi pada 27 Rajab, di mana beliau menerima perintah salat lima waktu.
Berikut adalah doa-doa niat puasa rajab yang bisa anda gunakan:
‘Ubaidullah bin Umar dari Za`idah bin Abu Ar Ruqad dari Ziyad An Numairi dari Anas bin Malik, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, maka beliau berdoa,
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻰ ﺭَﺟَﺐٍ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻭَﺑَﻠِّﻐْﻨَﺎ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ
“Allāhummaa bārik lanā fī Rajab-a wa Shaʻbān-a wa balligh-nā shahra Ramaḍān-a
“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan”.
( Hadis Riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya (1/259), Ibnu Suniy dalam ’Amalul Yaum wal Lailah, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/1399), An Nawawi dalam Al Adzkar (245)
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺻَﻮْﻡَ ﺷَﻬْﺮِ ﺭَﺟَﺐْ ﺳُﻨَّﺔً ﻟِﻠِﻪ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
NAWAITU SAUMA SYAHRI RAJAB SUNNATAN LILLAHI TA’ALA
“Saya niat puasa bulan Rajab, sunnah karena Allah ta’ala”
ﺻُﻢْ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ﻭَﺍﺗْﺮُﻙْ
“Puasalah pada bulan-bulan Al Hurum (bulan Rajah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, -Penerj.) dan hentikanlah (beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali) .” HR. Abu Dawud no. 2428 dan didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif Abi Dawud)
Apakah ada hadits tentang keutamaan tertentu pada bulan Rajab?
Alhamdulillah
Pertama
Bulan Rajab adalah salah bulan Haram (suci) sebagaimana Firman Allah Ta’ala terkait dengannya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ (سورة التوبة: 36)
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Bulan-bulan Haram adalah Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 4662 dan Muslim, 1679 dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا , مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ , ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ , وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya (ada) empat bulan Haram, tiga (bulan) berurutan, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharam serta Rajab Mudhar yang terdapat di antara (bulan) Jumadi Tsani dan Sya’ban.”
Bulan-bulan ini dinamakan bulan haram karena dua hal;
1.Karena pada bulan-bulan ini diharamkan berperang, kecuali musuh memulai (perang).
2.Sebagai penghormatan. Maksudnya jika ada perbuatan yang haram dilanggar, maka pada bulan-bulan ini bobotnya lebih berat dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala memperingatkan agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan pada bulan-bulan ini, berdasarkan firmanNya:
“Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” QS. At-Taubah: 36, meskipun melakukan kemaksiatan diharamkan dan dilarang pada bulan-bulan ini dan lainnya, akan tetapi pada bulan-bulan ini sangat diharamkan.
As-Sya’di rahimahullah berkata (dalam tafsirnya) pada hal. 373: “Firman Allah;
‘فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
" Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu."
Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada dua belas bulan.
Dengan demikian, Allah menjelaskan bahwa bulan-bulan tersebut telah ditetapkan ketentuannya bagi para hamba-Nya, agar mereka meramaikannya dengan ketaatan (kepadaNya) seraya bersyukur kepada Allah atas karunia yang Dia berikan kepadanya serta mengarahkannya untuk kebaikan para hamba dan agar tidak melakukan perbuatan aniaya terhadap diri sendiri di dalamnya.
Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada empat bulan Haram. Ini berarati merupakan larangan khusus bagi mereka untuk berbuat zalim pada bulan-bulan itu, meskipun larangan berbuat zalim berlaku bagi setiap waktu. Karena bobot keharamannya (di bulan haram) bertambah dan karena kezaliman pada (bulan-bulan haram) lebih berat dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.”
Kedua,
Adapun puasa pada bulan Rajab, tidak ada ketetapan dari hadits yang shahih tentang keutamaan puasa dengan cara khusus atau suatu puasa apapun. Maka, apa yang dilakukan sebagian orang dengan mengkhususkan beberapa hari di (bulan rajab) dengan berpuasa seraya meyakini keutamaannya dibandingkan dengan (bulan-bulan) lain, adalah tidak ada asalnya dalam agama.
Memang ada sabda dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan dianjurkan berpuasa di bulan-bulan Haram (dan Rajab termasuk bulan Haram), sebagaimana Beliau sallallahu alaihi wa sallam bersabada:
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ (رواه أبو داود ، رقم 2428 وضعفه الألباني في ضعيف أبي داود)
“Berpuasalah di (bulan-bulan) Haram dan tinggalkanlah.” (HR. Abu Daud, 2428 dan dilemahkan oleh Al-Bany dalam kitab Dhaif Abu Daud)
Hadits ini –kalaupun shahih- menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan-bulan Haram. Maka, barangsiapa berpuasa di bulan Rajab ini, lalu dia juga berpuasa di bulan-bulan Haram lainnya, maka hal itu tidak mengapa. Sedangkan jika dikhusukan berpuasa pada bulan Rajab, maka tidak (dibolehkan).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam ‘Majmu’ Fatawa, 25/290:
“Adapun berpuasa di Bulan Rajab secara khusus, semua haditsnya adalah lemah, bahkan palsu. Sedikitpun tidak dijadikan landasan oleh para ulama. Dan juga bukan kategori hadits lemah yang dapat diriwayatkan dalam bab amalan utama (fadha'ilul a'mal). Mayoritasnya adalah hadits-hadits palsu dan dusta. Terkait riwayat yang terdapat dalam Musnad dan (kitab hadits) lainnya dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau memerintahkan untuk berpuasa pada bulan-bulan Haram yaitu Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram, yang dimaksud adalah anjuran berpuasa pada empat bulan semunya, bukan khusus Rajab.”
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya adalah kebohongan yang diada-adakan.” (Al-Manar Al-Munif, hal. 96)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Tabyinul Ujab, hal. 11:
“Tidak ada hadits shahih yang layak dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, tidak juga dalam puasanya atau puasa tertentu , begitu juga (tidak ada) qiyamullail tertentu di dalamnya."
Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata dalam kitab Fiqih Sunnah, 1/383:
“Puasa Rajab tidak ada keutamaan tambahan dibandingkan dengan (bulan-bulan) lainnya. Hanya saja ia termasuk bulan Haram. Tidak ada dalam sunnah yang shahih bahwa berpuasa mempunyai keutamaan khusus. Adapun (hadits) yang ada tentang hal itu, tidak dapat dijadikan hujjah.”
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang puasa dan qiyam pada malanya di hari kedua puluh tujuh di bulan Rajab, maka beliau menjawab:
”Puasa dan qiyam pada malam di hari kedua puluh tujuh di bulan Rajab serta mengkhususkan untuk itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 20/440)
Sumber : http://islamqa.info/id/75394
Keutamaan Puasa Bulan Rajab yang Bombastis
Soal:
Bulan rajab jatuh pada 30 April. Barang siapa puasa tanggal 1, maka seperti laksana puasa satu tahun. Barangsiapa puasa 7 hari, maka ditutup pintu-pintu neraka. Barangsiapa yang puasa 8 hari, maka dibukakan untuknya 8 pintu surga. Barangsiapa puasa 10 hari, akan dikabulkan segala permintaannya. Barangsiapa mengingatkan kepada orang lain tentang hal ini, seakan ibadah 80 tahun. Benarkah keterangan di atas?
Jawab:
Oleh: Badrul Tamam (http://www.voa-islam.com)
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Alhamdulillah, kita sudah berada di bulan rajab, satu dari 4 bulan haram. Sangat ditekankan untuk meningkatkan amal-amal shalih dan meninggalkan segala maksiat. [
Baca: Mengkhususkan Puasa di Bulan Rajab].
Mengkhususkan Puasa di Bulan Rajab
Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Bulan Rajab merupakan salah satu dari bulan haram yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. Al-Taubah: 36)
Maksud dari bulan haram itu adalah: Rajab, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Disebutkan dalam Shahihain, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat berkhutbah pada haji Wada' mengatakan,
إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
"Sesungguhnya zaman telah beredar sebagaimana yang ditentukan semenjak Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun terdapat dua belas bulan diantaranya empat bulan haram; tiga bulan diantaranya berurutan, (keempat bulan haram itu adalah) Dzulqa’dah, Dzulhijjah Muharram dan Rajab bulan Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhirah) dan Sya’ban." (HR. Bukhari no. 4662 dan Muslim no. 1679 dari hadits Abu Bakrah Radhiyallahu 'Anhu)
Disebut atau dinamakan dengan bulan haram disebabkan dua perkara: Pertama, karena diharamkan perang di dalamnya kecuali kalau musuh memulainya. Kedua, karena besarnya kehormatan dan keagungan bulan-bulan tersebut sehingga maksiat yang dikerjakan di dalamnya dosanya lebih besar daripada bulan-bulan selainnya. Karena itu Allah melarang kita secara khusus dari melakukan kemaksiatan-kemaksiatan pada bulan-bulan tersebut. Allah berfirman,
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. Al-Taubah: 36) padahal melakukan kemaksiatan tetap diharamkan dan dilarang sepanjang pada bulan-bulan haram ini dan bulan-bulan selainnya, hanya saja pada bulan-bulan haram ini larangannya lebih kuat.
Imam al-Sa'di rahimahullah menjelasakan tentang maksud larangan berbuat zalim pada ayat di atas, bahwa dhamir (kata ganti) bisa bermakna kembali kepada 12 bulan yang disebutkan, yang maksudnya Allah Ta'ala menjelaskan bahwa Dia telah menjadikannya sebagai ketetapan bagi para hamba supaya mereka mengisinya dengan ketaatan, bersyukur kepada Allah atas kenikmatan-Nya dengan bulan-bulan tersebut, dan memanfaatkannya untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia. Karena itu janganlah kalian menzalimi diri sendiri.
Bisa juga dhamir tersebut kembali kepada empat bulan haram, ini larangan khusus bagi mereka dari melakukan kezaliman di dalamnya yang disebutkan bersamaan dengan larangan berbuat zalim pada setiap saat/waktu. Ini untuk menunjukkan kehormatannya yang lebih dan kezaliman di dalamnya dosanya lebih besar daripada di bulan-bulan lainnya. (Taisir al-Sa'di: 373)
Menghususkan Puasa Rajab
Adapun menghususkan puasa pada bulan Rajab, tidak ada hadits shahih yang menerangkan tentang keutamaan puasa dan anjurannya secara khusus. Karena itu pelaksanaan puasa Rajab selama beberapa hari secara khusus untuk mengistimewakannya dengan meyakini keutamannya yang lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan selainnya adalah tidak dibenarkan dan tidak memiliki dasar kuat dalam syariat.
Memang terdapat hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan-bulan haram (Rajab dan tiga bulan haram lainnya):
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
"Puasalah pada bulan-bulan Al Hurum (bulan Rajah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, -Penerj.) dan hentikanlah (beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali)." HR. Abu Dawud no. 2428 dan didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif Abi Dawud)
Hadits ini –jika shahih- menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan haram. Maka siapa yang berpuasa pada bulan Rajab untuk menjalankan hadits tersebut maka ia juga harus berpuasa pada bulan-bulan haram selainnya, maka ini tidak apa-apa. Namun jika menghususkan pada bulan Rajab saja, maka tidak boleh. Wallahu a'lam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Adapun puasa Rajab secara khusus, maka hadits-hadits (yang menerangkannya) semuanya dhaif (lemah), bahkan maudhu' (palsu). Tidak ada ulama yang bersandar kepada hadits-hadits tersebut. Ini tidak termasuk dhaif yang boleh diriwayatkan dalam bab fadhail (keutamaan-keutamaan amal), tapi secara umum termasuk hadits-hadits maudhu yang dipalsukan. . .
Terdapat di dalam al-Musnad (Imam Ahmad) dan selainnya, satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau memerintahkan berpuasa pada bulan-bulan haram: Rajab, DzulQa'dah, Dzulhijjah, Muharram. Maka ini tentang puasa pada empat bulan secara keseluruhan, tidak hanya menghususkan Rajab." (Diringkaskan dari Majmu' Fatawanya: 25/290)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:" Semua hadits yang menyebutkan tentang keutamaan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya adalah hadits dusta yang diada-adakan (dipalsukan)." (Lihat al-Manar al-Munif, hal. 96)
Ibnul Hajar berkata dalam Tabyin al-'Ajab bimaa Warada fii Fadhli Rajab hal. 11: "Tidak terdapat dalil shahih yang layak dijadikan hujah tentang keutamaan bulan Rajab dan tentang puasanya, tentang puasa khusus padanya, dan qiyamullail (shalat malam) khusus di dalamnya."
Sayyid Sabiq rahimahullah dalam Fiqih Sunnah 1/383 mengatakan: "Dan berpuasa Rajab, tidak ada keutamaan yang lebih atas bulan-bulan selainnya, hanya ia termasuk bulan haram. Tidak terdapat keterangan dalam sunnah yang shahih bahwa Puasa tersebut (Rajab) memiliki keistimewaan. Dan hadits yang menerangkan hal itu tidak layak dijadikan argumentasi."
Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang puasa tanggal 27 Rajab dan shalat malam padanya. Beliau menjawab: "Puasa pada hari ke 27 dari bulan Rajab dan shalat pada malam harinya dengan menghususkan hal itu adalah perkara bid'ah, dan setiap perkara bid'ah (dalam ibadah,-pent) adalah sesat." (Majmu' Fatawa Ibnu Utsaimin: 20/440)
Dalam Fatwa beliau yang lainnya, “Tidak ada keutamaan khusus yang dimiliki oleh bulan Rajab dibandingkan dengan bulan-bulan haram lainnya, tidak dikhususkan umrah, puasa, shalat, membaca Al-Qur'an bahkan dia sama saja dengan bulan haram lainnya. Seluruh hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat atau puasa padanya maka derajatnya lemah yang tidak boleh dibangun di atasnya hukum syar’i”
Namun bukan berarti berpuasa sunnah seperti puasa Senin-Kamis, tiga hari setiap bulan, Puasa Dawud, atau puasa mutlak pada bulan Rajab tidak diperbolehkan. Ibnu Shalah rahimahullah berkata, “Tidak ada hadits shahih yang melarang atau menganjurkan secara khusus berpuasa di bulan Rajab maka hukumnya sama saja dengan bulan lainnya yaitu anjuran berpuasa secara umum."
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak ada larangan demikian pula anjuran secara khusus untuk berpuasa di bulan Rajab akan tetapi secara umum hukum asal puasa adalah dianjurkan." Wallahu a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Penanya yang dirahmati Allah, riwayat-riwayat menerangkan keutamaan puasa Rajab yang bombastis sangat banyak. Namun secara umum, tidak ada dalil shahih tentang puasa khusus padanya -seperti para tanggul 1, 3, 7, dan seterusnya- untuk mengistimewakan bulan ini dengan meyakini keutamannya yang lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan selainnya.
Memang terdapat hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan-bulan haram (Rajab dan tiga bulan haram lainnya):
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
"Puasalah pada bulan-bulan Al Hurum (bulan Rajah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, -Penerj.) dan hentikanlah (beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali)." HR. Abu Dawud no. 2428 dan didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif Abi Dawud)
Hadits ini –jikapun shahih- menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan haram. Maka siapa yang berpuasa pada bulan Rajab untuk menjalankan hadits tersebut maka ia juga harus berpuasa pada bulan-bulan haram selainnya, maka ini tidak apa-apa. Namun jika menghususkan pada bulan Rajab saja, maka tidak boleh. Wallahu a'lam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Adapun puasa Rajab secara khusus, maka hadits-hadits (yang menerangkannya) semuanya dhaif (lemah), bahkan maudhu' (palsu). Tidak ada ulama yang bersandar kepada hadits-hadits tersebut. Ini tidak termasuk dhaif yang boleh diriwayatkan dalam bab fadhail (keutamaan-keutamaan amal), tapi secara umum termasuk hadits-hadits maudhu yang dipalsukan. . .
Terdapat di dalam al-Musnad (Imam Ahmad) dan selainnya, satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau memerintahkan berpuasa pada bulan-bulan haram: Rajab, DzulQa'dah, Dzulhijjah, Muharram. Maka ini tentang puasa pada empat bulan secara keseluruhan, tidak hanya menghususkan Rajab." (Diringkaskan dari Majmu' Fatawanya: 25/290)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Semua hadits yang menyebutkan tentang keutamaan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya adalah hadits dusta yang diada-adakan (dipalsukan)." (Lihat al-Manar al-Munif, hal. 96)
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Adapun puasa, tidak ada keterangan yang sah dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya tentang keutamaan puasa khusus pada bulan Rajab." (Lathaif al-Ma'arif: 228)
Ibnul Hajar rahimahullah berkata dalam Tabyin al-'Ajab Bimaa Warada fii Fadhli Rajab hal. 11: "Tidak terdapat dalil shahih yang layak dijadikan hujah tentang keutamaan bulan Rajab dan tentang puasanya, tentang puasa khusus padanya, dan qiyamullail (shalat malam) khusus di dalamnya."
Sayyid Sabiq rahimahullah dalam Fiqih Sunnah 1/383 mengatakan: "Dan berpuasa Rajab, tidak ada keutamaan yang lebih atas bulan-bulan selainnya, hanya ia termasuk bulan haram. Tidak terdapat keterangan dalam sunnah yang shahih bahwa Puasa tersebut (Rajab) memiliki keistimewaan. Dan hadits yang menerangkan hal itu tidak layak dijadikan argumentasi."
Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang puasa tanggal 27 Rajab dan shalat malam padanya. Beliau menjawab: "Puasa pada hari ke 27 dari bulan Rajab dan shalat pada malam harinya dengan menghususkan hal itu adalah perkara bid'ah, dan setiap perkara bid'ah (dalam ibadah,-pent) adalah sesat." (Majmu' Fatawa Ibnu Utsaimin: 20/440)
Dalam Fatwa beliau yang lainnya, “Tidak ada keutamaan khusus yang dimiliki oleh bulan Rajab dibandingkan dengan bulan-bulan haram lainnya, tidak dikhususkan umrah, puasa, shalat, membaca Al-Qur'an bahkan dia sama saja dengan bulan haram lainnya. Seluruh hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat atau puasa padanya maka derajatnya lemah yang tidak boleh dibangun di atasnya hukum syar’i.”
Namun bukan berarti berpuasa sunnah seperti puasa Senin-Kamis, tiga hari setiap bulan, Puasa Dawud, atau puasa mutlak pada bulan Rajab tidak diperbolehkan. Puasa-puasa tersebut tetap disyariatkan pada bulan Rajab. Puasa-puasa sunnah ini di bulan Rajab sama seperti pada bulan lainnya, yakti tetap disunnahkan
Ibnu Shalah rahimahullah berkata, “Tidak ada hadits shahih yang melarang atau menganjurkan secara khusus berpuasa di bulan Rajab maka hukumnya sama saja dengan bulan lainnya yaitu anjuran berpuasa secara umum."
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak ada larangan demikian pula anjuran secara khusus untuk berpuasa di bulan Rajab akan tetapi secara umum hukum asal puasa adalah dianjurkan." Wallahu a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sumber : http://www.voa-islam.com/read/konsultasi-agama/2014/04/30/30119/keutamaan-puasa-bulan-rajab-yang-bombastis/
Keanehan yang Dibuat-buat Pada Bulan Rajab
Oleh: Badrul Tamam
Al-hamdulillah, segala puji bagi
Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah, penutup para nabi
dan Rasul, beserta keluarga dan para sahabatnya. . .
Kaum muslimin mengetahui bahwa bulan
Rajab termasuk salah satu dari bulan-bulan haran yang Allah sebutkan dalam
firman-Nya,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ
اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا
تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Sesungguhnya bilangan bulan
pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan)
agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang
empat itu." (QS. Al-Taubah: 36)
Dan disebutkan dalam Shahihain, bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat berkhutbah pada haji Wada'
mengatakan,
إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ
كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا
عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ
وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
"Sesungguhnya zaman telah
beredar sebagaimana yang ditentukan semenjak Allah menciptakan langit dan bumi.
Dalam setahun terdapat dua belas bulan diantaranya empat bulan haram; tiga
bulan diantaranya berurutan, (keempat bulan haram itu adalah) Dzulqa’dah,
Dzulhijjah Muharram dan Rajab bulan Mudhar yang berada diantara Jumada
(Akhirah) dan Sya’ban." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kenapa dinamakan bulan haram?
Para ulama berselisih pendapat
mengenai sebab penamaan bulan haram ini. Sebagian mereka mengatakan, dinamakan
bulan haram dikarenakan besarnya kehormatan dan keagungan bulan-bulan tersebut
serta besarnya akibat dari dosa yang dilakukan padanya. Ibnu Abi Thalhah dari
Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu mengatakan, "Allah menghusukan empat
bulan yang Dia jadikan sebagai bulan-bulan haram, mengagungkan kehormatannya,
menjadikan dosa yang dikerjakan di dalamnya jauh lebih besar (dari bulan-bulan
lainnya) dan Dia menjadikan amal shaleh dan pahala (di bulan tersebut) juga
lebih besar."
Sebagian pendapat yang lain
mengatakan, karena diharamkan perang di dalamnya. Dan tentang larangan
berperang pada bulan ini sudah menjadi kebiasaan orang-orang jahiliyyah sejak
dahulu, bahkan sejak masa Nabi Ibrahim 'alaihis salam.
. . dinamakan bulan haram dikarenakan
besarnya kehormatan dan keagungan bulan-bulan tersebut serta besarnya akibat
dari dosa yang dilakukan padanya.
Kenapa dinamakan bulan Rajab?
Menurut Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah,
dinamakan bulan Rajab karena dia diagungkan atau dihormati. Jika dikatakan rajaba
fulanun maulaahu (Si fulan menghormati tuannya). Kaum jahiliyah sejak
dahulu telah mengagungkan dan menghormati bulan ini.
Sebagian ulama, sebagaimana yang
dikutip oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Lathaif Al Ma’arif, bahwa bulan
Rajab memiliki sekitar 14 nama dan sebagian lagi menyebut hingga 17 nama. Di
antaranya adalah Rajab (mulia, terhormat, agung), Rajab
Mudhar (sangat, lebih kemuliaan dan keharamannya), Munshil Asnah
(melepas anak penah), Al-Ashamm (tuli), Al-Ashabb (mengena,
mendapatkan), Munfis (yang indah dan bagus), Muthahhir
(mensucikan, membersihkan), Ma'la (tempat tinggi), Muqim (berdiam
diri), Haram (lemah tua), Muqasyqisy (terpelihara),
Mubri' (bebas, lepas), Fard (menyendiri),
sebagaimana sebagian yang lain menyebutnya sebagai Syahrullah (bulan
Allah).
Kata rajab juga memiliki beberapa
bentuk jama', di antaranya Arjaab, Rajabaanaat, Arjabah, Araajib dan Rajaabii,
sebagaimana yang disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar yang menukil penjelasan
dari Ibnu Dihyah (Lihat Muqaddimah Tabyiin Al ‘Ajab)
. . dinamakan bulan Rajab karena dia
diagungkan atau dihormati.
Pengagungan orang jahiliyah terhadap
bulan Rajab
Sejak dahulu, bangsa jahiliyah telah
mengagungkan bulan Rajab ini, khususnya kabilah Mudharr. Karenanya disebutkan
dalam hadits رَجَبُ مُضَرَ (rajab Mudharr). Ibnul Atsir dalam al-Nihayah,
berkata: "Diidhafahkannya Rajab kepada Mudharr, karena mereka
sangat-sangat mengagungkannya (bulan Rajab) yang berbeda dengan lainnya.
Seolah-olah mereka semata yang mengistimewakannya."
Sejak dahulu pula, masyarakat
jahiliyah telah mengharamkan perang pada bulan itu sehingga mereka menamakan
perang yang terjadi pada bulan-bulan tersebut dengan Harbul Fujjar
(perangnya orang-orang jahat), mereka bersama-sama melakukan doa pada hari
kesepuluh dari bulan itu untuk mendoakan keburukan bagi orang dzalim, dan doa
mereka dikabulkan.
"Sesungguhnya Allah membuat
hal itu bagi mereka untuk mengekang sebagian mereka dari yang lain. Dan sungguh
Allah menjadikan hari kiamat sebagai hari yang dijanjikan bagi mereka, sedangkan
hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit," kata Umar bin Khathab
radliyallahu 'anhu.
Mereka dahulu juga biasa menyembelih
binatang sembelihan yang dinamakan Al-Athirah, yaitu kambing yang
disembelih sebagai persembahan bagi berhala-berhala mereka, sedangkan darahnya
dituangkan di atas kepala berhala itu. Lalu Islam membatalkan perbuatan itu
berdasarkan riwayat Shahihain, "Tidak ada Fara' (anak pertama dari unta
atau kambing yang disembelih sebagai persembahan bagi berhala) dan 'Athirah
(hewan yang disembelih pada sepuluh hari pertama dari bulan Rajab sebagai
persembahan bagi berhala, juga dikenal dengan Rajabiyah)."
Sebagian ulama salaf berkata,
"Bulan Rajab adalah bulan menanam, Sya'ban bulan menyirami tanaman,
sedangkan bulan Ramadlan adalah bulan memetik/memanen."
Diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Syu'abul
Imam dan Al-Da'awat al-Kabiir, dari Anas bin Malik berkata,
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila memasuki
bulan Rajab, beliau berdoa, Allahumma Baariklanaa Fii Rajaba wa Sa'baana
wa Ballighnaa Ramadhaan (Ya Allah berkahilah kami dalam bulan Rajab dan
Sya'ban serta sampaikan kami pada bulan Ramadlan)." Namun sayang hadits
ini lemah sehingga tidak bisa diamalkan.
"Bulan Rajab adalah bulan menanam,
Sya'ban bulan menyirami tanaman, sedangkan bulan Ramadlan adalah bulan
memetik/memanen."
Bid'ah mungkar di bulan Rajab
Banyak orang yang membuat hal-hal
baru (amal-amal bid'ah) dalam pada Rajab. Padahal Allah tidak pernah menurunkan
tuntunan tentangnya, sementara para ulama telah memperingatkan, sebagaimana
yang dilakukan Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Al-Syaathibi, Ibnu Rajab
al-Hambali, al-Thurthusi, Ibnul Hajar, Syaikh Ali Mahfudz, Syaikh Ibnu Bazz,
Syaikh Utsaimin, Syaikh Al-Fauzan, Syaikh Al-Albani dan lainnya rahmatullah
'alihim 'ajmain.
Berikut ini kami sebutkan beberapa
kebid'ahan yang marak terjadi pada bulan Rajab. Kami menyebutkan ini tidak lain
agar kita mengenalnya dan tidak tertipu olehnya, sebagaimana ungkapan syair,
"Aku mengetahui keburukan bukan untuk mengamalkannya, tapi untuk
menjauhinya. Siapa yang tidak mengetahui keburukan bisa dipastikan akan
terjerumus ke dalamnya."
1. Shalat Alfiyah, yaitu shalat 100
rakaat dengan membaca surat Al-Ikhlash sebanyak 10 kali pada setiap rakaat,
jadi jumlah surat Al-Ikhlash yang dibaca sebanyak seribu rakaat. Shalat ini
dikerjakan pada hari pertama dari bulan Rajab dan pada pertengahan Sya'ban
(nisfu Sya'ban).
2. Shalat Umi Dawud, yaitu shalat yang
dilaksanakan pada pertengahan Rajab (nisfu Rajab), sebagaimana yang disebutkan
Syaikhul Islam dalam Al-Iqtidha' hal. 293.
3. Shalat Raghaib (terkadang disebut
dengan shalat Itsna 'Asyariyah), yaitu shalat malam Jum'at pertama dari bulan
Rajab sesudah Isya'. Jumlah rakaanya dua belas. Pada setiap rakaat dibaca surat
Al-Fatihah sekali, Surat al-Qadar tiga kali, dan surat Al-Ikhlas dua belas
kali. Setiap dua rakaat ada salam. Shalat ini tidak pernah dicontohkan
oleh Nabi dan para sahabatnya. Shalat ini dikenal setelah tahun abad keempat
Hijriyah. Ibnu Rajab berkata dalam Lathaif al-Ma'arif (hal. 140), "Adapun
shalat, tidak dibenarkan adanya shalat khusus yang dikerjakan pada bulan Rajab.
Sedangkan hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat Raghaib pada malam
Jum'at pertama dari bulan rajab adalah hadits dusta, batil, dan tidak sah."
". . . . Sedangkan hadits-hadits yang
menyebutkan keutamaan shalat Raghaib pada malam Jum'at pertama dari bulan rajab
adalah hadits dusta, batil, dan tidak sah." Ibnu Rajab
4. Puasa sunnah pada bulan rajab. Tidak
ada hadits shahih marfu’ yang mengkhususkan puasa sunnah di bulan Rajab, baik
pada hari pertama, kedua, ketiga, ketujuh, atau pada keseluruhannya. Sedangkan
hadits-hadits yang menunjukkan adanya puasa model di atas, statusnya maudhu'
(palsu). Di antaranya, hadits yang menyebutkan: "Siapa yang puasa tiga
hari pada bulan Haram, yaitu hari Kamis, Jum'at, dan Sabtu, maka Allah akan
mencatat baginya pahala ibadah 700 tahun," dan dalam riwayat lain,
"60 tahun". Hadits lainnya, "Puasa hari pertama dari
bulan Rajab merupakan kafarat (penghapus dosa) untuk tiga tahun, pada hari
kedua sebagai kafarat untuk dua tahun, lalu pada setiap harinya untuk kafarat
selama satu bulan." Hadits yang lain yangtidak kalah masyhur, "Rajab
adalah syahrullah (bulan Allah), Sya'ban adalah bulanku (Nabi Muhammad), dan
Ramdlan adalah bulan umatku." Semua riwayat ini adalah palsu dan
dusta.
Sedangkan mengisi bulan Rajab dengan
puasa sebulan penuh telah diingkari oleh para ulama. Beberapa sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diantaranya Aisyah, Umar bin
Khaththab, Abu Bakrah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhum jami’an
telah mengingkari orang yang berpuasa penuh di bulan Rajab atau mengkhususkan
puasa di bulan Rajab.
Ibnu Rajab berkata, "Adapun
puasa, tidak ada keterangan yang sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dan para sahabatnya tentang keutamaan puasa khusus pada bulan Rajab."
Diriwayatkan dari Umar bin Khathab radliyallahu
'anhu, bahwa beliau pernah memaksa seseorang untuk membatalkan puasa Rajab
dan berkata, "Apa itu (puasa) Rajab? Sesungguhnya Rajab diagungkan oleh
orang Jahiliyah, maka ketika datang Islam hal itu ditinggalkan."
Ibnul Hajar berkata dalam Tabyin
al-'Ajab bimaa Warada fii Fadhli Rajab : "Tidak terdapat dalil
shahih yang layak dijadikan hujah tentang keutamaan bulan Rajab dan tentang
puasanya, tentang puasa khusus padanya, dan qiyamullail (shalat malam) khusus
di dalamnya."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata tentang hadits-hadits keutamaan berpuasa dan shalat khusus di bulan
Rajab, “Seluruhnya dusta menurut kesepakatan para ulama.”
Syaikh Utsaimin rahimahullah
berkata, “Tidak ada keutamaan khusus yang dimiliki oleh bulan Rajab
dibandingkan dengan bulan-bulan haram lainnya, tidak dikhususkan umrah, puasa,
shalat, membaca Al-Qur'an bahkan dia sama saja dengan bulan haram lainnya.
Seluruh hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat atau puasa padanya maka
derajatnya lemah yang tidak boleh dibangun di atasnya hukum syar’i”
Tidak ada hadits shahih marfu’ yang
mengkhususkan puasa sunnah di bulan Rajab, baik pada hari pertama, kedua,
ketiga, ketujuh, atau pada keseluruhannya.
Namun bukan berarti berpuasa sunnah
seperti puasa Senin-Kamis, tiga hari setiap bulan, Puasa Dawud, atau puasa
mutlak pada bulan Rajab tidak diperbolehkan. Ibnu Shalah rahimahullah
berkata, “Tidak ada hadits shahih yang melarang atau menganjurkan secara khusus
berpuasa di bulan Rajab maka hukumnya sama saja dengan bulan lainnya yaitu
anjuran berpuasa secara umum."
Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Tidak ada larangan demikian pula anjuran secara khusus untuk berpuasa
di bulan Rajab akan tetapi secara umum hukum asal puasa adalah
dianjurkan."
5. Berziarah ke kuburan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pada bulan ini. Menziarahi kuburan dan Masjid Nabi shallallahu
'alaihi wasallam disyariatkan sepanjang tahun, sebagaimana amal-amal
taqarrub dan ketaatan lainya. Tetapi, menghususkan pada bulan ini termasuk
bid'ah yang tidak memiliki landasan dalil. Menghususkan waktu ibadah yang tidak
pernah Allah dan Rasul-Nya khususkan waktunya, maka termasuk bid'ah yang haram.
Maka perhatikanlah hal ini. Dan sesungguhnya Syaikh Al-Albani dalam Ahkam
al-Janaiz wa Bida'uha (Hukum-hukum seputar penyelenggaraan jenazah dan
kebid'ahan-lebid'ahannya) telah menyebutkan keterangan ini dengan gamblang.
Menghususkan ziarah kubur ke makam Nabi pada
bulan ini termasuk bid'ah yang tidak memiliki landasan dalil.
6. Memperingati Isra'-Mi'raj pada malam
ke dua puluh tujuhnya, membaca kisah Mi'raj Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dan mengadakan makan-makan dan pesta-pesta. Ini termasuk bid'ah
yang munkar. Biasanya mereka membaca kisah Mi'raj yang dinisbatkan kepada Ibnu
'Abbas, padahal semuanya dusta dan menyesatkan.
Perayaan ini tidak boleh dikerjakan
berdasarkan pertimbangan berikut ini:
- Para ahli ilmu berselisih pendapat tentang penentuan tanggal terjadinya
peristiwa besar ini. Tidak ada dalil shahih yang menentukan malam tersebut,
begitu juga bulannya. Dan setiap hadits yang menentukan waktu terjadinya malam
tersebut adalah hadits lemah menurut para ulama hadits.
- Bahkan sekiranya ada dalil shahih
yang menentukan kapan terjadinya Isra’-Mi’raj maka tidak boleh bagi kaum
muslimin mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu yang tidak pernah
disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
- Pada malam perayaan tersebut,
biasanya, terjadi perkara-perkara yang munkar. Sebagian ulama berkata,
"Banyak orang terjerumus ke dalam kemungkaran dengan perayaan yang mereka
lakukan pada malam tersebut. Mereka membuat-buat banyak kebid'ahan di dalamnya,
seperti berkumpul di masjid dengan menyalakan lilin dan lampu di dalamnya."
Dan setiap hadits yang menentukan malam
terjadinya Isra'-Mi'raj adalah hadits lemah menurut para ulama hadits.
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Bazz
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah
berkata, "Malam ini, yaitu malam Isra'-Mi'raj, tidak ada hadits shahih
yang menentukan pasti (waktunya), apakah di bulan Rajab atau selainnya. Dan
setiap riwayat yang menentukan waktu terjadinya malam tersebut adalah lemah
menurut para ulama hadits.
Dan tentang hikmah Ilahiyyah dengan
tidak diketahuinya waktu dan pada malam keberapa secara pasti telah disebutkan
oleh Syaikh sebagai berikut: "Dan dilupakannya manusia akan waktu
terjadinya merupakan hikmah besar yang dikehendaki oleh Allah 'Azza wa Jalla.
Bahkan sekiranya ada dalil shahih yang menentukan kapan terjadinya Isra’-Mi’raj
maka tidak boleh bagi kaum muslimin mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah
tertentu merayakannya. Sebabnya, karena dan tidak boleh pula mereka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
para sahabatnya radhiyallahu 'anhum tidak pernah merayakannya dan tidak
pula mengkhususkan malam tersebut dengan sesuatu kegiatan.
Seandainya perayaan tersebut
disyari'atkan tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
menjelaskannya kepada ummatnya, baik dengan perkataan ataupun dengan perbuatan.
Seandainya hal itu pernah dilakukan pasti sudah diketahui dan dikenal, dan
tentu para sahabat akan menukilkan kepada kita karena mereka telah menukil
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi mereka shallallahu 'alaihi wasallam,
segala sesuatu yang dibutuhkan oleh ummat ini. Mereka tidak pernah lalai
menyampaikan sesuatu yang berhubungan dengan Ad-Dien, bahkan mereka adalah
orang-orang yang bersegera kepada setiap kebaikan. Maka seandainya perayaan
peringatan pada malam tersebut disyari'atkan tentu mereka orang yang paling pertama
melakukannya. . . " Sampai akhir ucapan beliau.
Seandainya perayaan tersebut disyari'atkan
tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskannya
kepada ummatnya, . .
Hudzaifah radliyallah 'anhu
berkata, "Setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh para sahabat Rasulullah
maka jangan kamu beribadah dengannya."
Said bin Jubair rahimahullah
juga telah mengatakan, "Apa yang tidak dikenal oleh ahli Badar bukanlah
bagian dari Ad Dien."
Ringkasnya, bahwa bid'ah yang
bentuknya mengada-adakan amal baru dalam Islam dan merubah ajarannya, adalah
belenggu dan beban yang menghabiskan waktu dan biaya serta membuat capek saja.
Tidak ada pahala yang dipanen dan kebaikan yang dipetik. Bahkan termasuk
maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya karena mengamalkan ibadah yang tidak
diizinkan oleh Allah dan tidak dicontohkan oleh Rasul-Nya. Ini merupakan bentuk
menyalahi keduanya. Maka benar sebuah ungkapan, "Kebaikan terletak pada
itiiba' (mengikuti) orang-orang terdahulu dan keburukan adalah terletak pada
kebid'ahan yang dibuat oleh generasi belakangan."
Amal bid'ah adalah belenggu dan beban yang
menghabiskan waktu dan biaya serta membuat capek saja. Tidak ada pahala yang
dipanen dan kebaikan yang dipetik.
Semoga Allah melimpahkan kepada kita
keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya, ittiba' (mengikuti tuntunan) sunnah
Nbai-Nya dan meninggal di atasnya. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpah
kepada Rasul dan Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Wallahu a'lam. .
Sumber : //www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2011/06/03/15110/keanehan-yang-dibuatbuat-pada-bulan-rajab/;#sthash.YUuTw3ES.dpuf