Friday, April 30, 2010

Trik penjelasan Tiap Manusia Bisa Membaca Pikiran Orang Lain

Banyak
anggapan bahwa
membaca pikiran adalah
pekerjaan seorang
psikolog, paranormal
atau bahkan dukun.
Namun, percaya atau
tidak, dalam kehidupan
sehari-hari, anda semua
adalah seorang pembaca
pikiran. Sebab, tanpa
kemampuan untuk
mengetahui pikiran serta
perasaan orang lain, kita
semua tak akan mampu
menghadapi situasi sosial
semudah apapun. Dengan
membaca pikiran, kita
dapat membuat
perkiraan tentang
tingkah laku seseorang
lalu membuat kita dapat
menentukan keputusan
berikutnya.
Jika kita melakukan
pembacaan ini dengan
buruk, dampaknya bisa
serius: konflik bisa saja
terjadi akibat
kesalahpahaman. Contoh
yang nyata kesulitan
mengenali pikiran dan
perasaan orang lain —
mindblindness, dapat
dilihat pada penyandang
autisme, dimana
ketidakmampuan
tersebut menjadi suatu
kondisi yang
mengganggu.
Kemampuan membaca
pikiran ini, yang oleh
William Ickes —profesor
psikologi di University of
Texas, disebut sebagai
emphatic accuracy.
Darimana asalnya?
Kemampuan (terbatas)
kita untuk membaca
pikiran menurut Ross
Buck –profesor
Communication Sciences
di University of
Connecticut, memiliki
sejarah yang amat
panjang. Dikatakannya
bahwa, melalui jutaan
tahun evolusi, sistem
komunikasi manusia
berkembang menjadi
lebih rumit saat
kehidupan juga menjadi
lebih kompleks.
Membaca pikiran lantas
menjadi alat untuk
menciptakan dan
menjaga keteraturan
sosial; seperti membantu
mengetahui kapan harus
menyetujui sebuah
komitmen dengan
pasangan atau melerai
perselisihan dengan
tetangga.
Kemampuan ini sendiri
muncul sejak manusia
dilahirkan. Bayi yang
baru lahir lebih menyukai
wajah seseorang
dibandingkan stimulus
lainnya, dan bayi berusia
beberapa minggu sudah
mampu menirukan
ekspresi wajah. Dalam 2
bulan, bayi sudah dapat
memahami dan berespon
terhadap keadaan
emosional dari
pengasuhnya. Nancy
Eisenberg, profesor
psikologi di Arizona State
University dan ahli dalam
perkembangan
emosional, menuturkan
bahwa bayi berusia 1
tahun mampu mengamati
ekspresi orang dewasa
dan menggunakannya
untuk menentukan
tingkah laku berikutnya.
Lanjutnya, bayi usia 2
tahun mampu
menyimpulkan keinginan
orang lain dari tatapan
matanya, dan di usia 3
tahun, bayi dapat
mengenali ekspresi
wajah gembira, sedih
atau marah. Saat
menginjak usia 5 tahun,
bayi sudah memiliki
kemampuan dasar untuk
membaca pikiran orang
lain; mereka telah
memiliki “teori pikiran.”
Bayi tersebut mampu
memahami bahwa orang
lain memiliki pemikiran,
perasaan dan
kepercayaan yang
berbeda dengan yang
mereka miliki.
Anak-anak tadi
mengembangkan
kemampuan membaca
pikiran dengan
mengamati pembicaraan
orang dewasa, dimana
mereka membedakan
kompleksitas aturan dan
interaksi sosial. Selain
itu, kegiatan bermain
dengan teman sebaya
juga dapat melatih anak
untuk membaca pikiran
anak lainnya. Namun, tak
semua anak bisa
mengembangkan
kemampuan ini. Anak-
anak yang mengalami
penelantaran dan
kekerasan cenderung
mengalami hambatan
dalam mengembangkan
kemampuan membaca
pikiran ini. Sebagai
contoh, anak yang
dibesarkan dalam
keluarga yang penuh
dengan kekerasan,
mungkin akan jauh lebih
peka terhadap ekspresi
marah, walaupun
sesungguhnya emosi
marah tidak muncul.
Lanjut lagi, kemampuan
membaca pikiran yang
lebih maju biasa muncul
pada masa remaja akhir.
Hal ini terjadi karena
kemampuan untuk
menyimpan perspektif
dari beberapa orang di
saat yang sama —dan lalu
mengintegrasikannya
dengan pengetahuan kita
dan orang yang
bersangkutan itu —
seringkali membutuhkan
kemampuan otak yang
sudah jauh berkembang.
Bagaimana Membaca
Pikiran?
Membaca bahasa tubuh
adalah komponen inti
dari membaca pikiran.
Lewat bahasa tubuh, kita
bisa mengetahui emosi
dasar seseorang. Peneliti
menemukan bahwa
ketika seseorang
mengamati gerak tubuh
orang lain, mereka dapat
mengenali emosi sedih,
marah, gembira, takut
dll, bahkan ketika
pengamatan hanya
dilakukan dengan
pencahayaan yang
minim.
Ekspresi wajah juga
merupakan penanda bagi
kita untuk dapat
mengetahui apa yang
dipikirkan orang lain.
Namun sayangnya,
banyak dari kita yang
tidak mampu untuk
mendeteksi ekpresi ini.
Salah satu sumber yang
kaya akan penanda ini
adalah mata seseorang;
otot-otot di sekitar
mata. Mata seseorang
adalah sumber penanda
yang paling kaya jika
dibandingkan bagian lain
yang ada di wajah.
Contohnya: mata yang
turun ketika sedih,
terbuka lebar ketika
takut, terlihat tidak
fokus kala sedang
berkhayal, menatap
tajam penuh
kecemburuan, atau
menatap sekitarnya
ketika tidak sabar.
Kita dapat semakin tahu
pikiran orang lain dari
komponen-komponen
dalam percakapan —
kata-kata, gerak tubuh,
dan nada suara. Namun
diantara ketiganya, Ickes
menemukan bahwa isi
pembicaraan menjadi
komponen terpenting
dalam membaca pikiran
dengan baik.
Menjadi Pembaca Pikiran
Ulung
Lalu, bagaimana kita bisa
menjadi seorang
pembaca pikiran yang
lebih baik? Tim dari
Psychology Today telah
merumuskan beberapa
hal yang bisa membantu
kita membaca pikiran.
- Kenalilah orang lain.
“Kemampuan membaca
pikiran akan meningkat,
semakin kita mengenal
lawan bicara kita, ” kata
William Ickes. Jika kita
berinteraksi dengan
seseorang selama kurang
lebih sebulan, kita akan
lebih mudah untuk
mengenali apa yang ia
pikirkan dan rasakan. Hal
tersebut dapat terjadi
karena: kita mampu
mengartikan kata-kata
dan tidakan orang lain
dengan lebih tepat,
setelah mengamatinya
dalam berbagai situasi;
kedua, kita mengetahui
apa yang terjadi dalam
hidup mereka, dan
mampu menggunakan
pengetahuan itu untuk
memahami mereka
dalam konteks yang lebih
luas.
- Minta umpan balik.
Penelitian menunjukkan
bahwa kita dapat
meningkatkan
kemampuan membaca
dengan cara menanyakan
kebenaran dari tebakan
kita. Misalnya, “Saya
mendengar, sepertinya
Engkau sedang marah.
Benar tidak ?”
- Perhatikan bagian atas
dari wajah.
Emosi yang palsu,
biasanya diungkapkan
pada bagian bawah
wajah seseorang.
Sedangkan, menurut
Calin Prodan —profesor
neurologi di University of
Oklahoma Health
Sciences Center, emosi
utama bisa dilihat dari
sebagian ke atas wajah,
biasanya di sekitar mata.
- Lebih ekspresif.
Ekspresivitas emosi
cenderung timbal balik.
Ross Buck, “semakin kita
ekspresif, semakin
banyak pula kita akan
mendapat informasi
mengenai kondisi
emosional dari orang lain
di sekitar kita. ”
- Santai.
Menurut Lavinia Plonka,
pengarang Walking Your
Talk, seseorang
cenderung “menyamakan
diri” dengan lawan
bicaranya melalui postur
tubuh dan pola napas.
Jika anda merasa tegang,
teman bicara anda bisa
saja, secara tak sadar,
menjadi tegang pula lalu
terhambat, dan akhirnya
menjadi sulit untuk
dibaca. Ambillah napas
panjang, senyumlah, dan
coba untuk menampilkan
keterbukaan dan
penerimaan kepada
siapapun yang bersama
anda.
Tinjauan Kritis
Perlu kita ingat, bahwa
ekspresi emosi bisa
berbeda di berbagai
budaya. Ekspresi sedih di
satu budaya, bisa jadi
diinterpretasikan sebagai
emosi lain di budaya lain.
Jadi jika ingin membaca
seseorang, kita perlu
memperhatikan pula
unsur budaya yang
berlaku di tempat tinggal
orang itu, jangan sampai
salah menebak, atau
bahkan memicu
terjadinya
kesalahpahaman.
Kita juga tak bisa
mengesampingkan
fenomena membaca
pikiran ini sebagai
sebuah fenomena yang
biasa diasosisasikan
dengan kemampuan
supranatural, sebab
percaya tidak percaya,
memang ada orang-
orang yang memiliki
kemampuan untuk
membaca pikiran yang
sulit dijelaskan ilmu
pengetahuan. Setidaknya
penulis telah menemukan
beberapa orang dengan
kemampuan membaca
pikiran, yang bahkan
mampu melihat masa
depan dan berbagai
macam hal yang sulit
diterima nalar.

No comments:

Post a Comment

Kecerdasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tentang Keutamaan-Keutamaan Ilmu

Suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib didatangi beberapa orang secara bergantian. Mereka sengaja datang bergantian dan menanyakan hal ya...