Monday, September 16, 2024

Kecerdasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tentang Keutamaan-Keutamaan Ilmu

Suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib didatangi beberapa orang secara bergantian. Mereka sengaja datang bergantian dan menanyakan hal yang sama karena ingin tahu bagaimana Sahabat Ali bin Abi Thalib menjawab mereka, apakah dengan jawaban yang sama atau berbeda.


Dimulai dengan orang pertama yang berkunjung kepada Ali dan bertanya, "Wahai Ali mana yang lebih baik, ilmu atau harta?" Ali menjawab "Ilmu lebih baik dari pada harta," jawab Ali. Orang itu lalu bertanya lagi, "Dengan dalil apa?" Ali membalas, "Ilmu itu warisan para nabi dan harta itu warisan Qarun, Syaddad, Firaun dan lainnya." Lalu pergilah orang pertama ini.


Datang lagi orang kedua yang bertanya seperti orang pertama tentang ilmu dan harta. Dan tetap Ali menjawab dengan jawaban yang sama bahwa Ilmu lebih baik daripada harta. Orang itu bertanya "Dengan dalil apa," Ali menjawab "Ilmu menjagamu, sedang engkau menjaga harta." Kemudian pergilah orang itu.


Datang lagi orang yang ketiga lalu bertanya seperti pertanyaan orang kedua dan Ali menjawab ilmu lebih baik daripada harta. Orang itu bertanya "dengan dalil apa," Ali menjawab dengan alasan yang berbeda, menurutnya pemilik harta mempunyai banyak musuh, dan orang memiliki ilmu mempunyai banyak teman. Kemudian pergilah orang itu.


Datang lagi orang yang keempat dan bertanya kepada Ali dengan pertanyaan yang sama "Mana yang lebih baik Ilmu atau harta?" Ali menjawab bahwa ilmu lebih baik daripada harta. Orang itu bertanya apa alasan dari jawaban Ali, kemudian Ali menjawab dengan alasan yang berbeda dengan jawaban ketika dia ditanya oleh orang pertama kedua dan ketiga. Ali berujar, "Ilmu apabila kau belanjakan maka akan bertambah, tetapi harta jika kau belanjakan maka ia akan berkurang."


Kemudian pergilah orang itu, hingga datang lagi seorang yang lain lalu bertanya mana yang lebih baik Ali "Ilmu atau harta yang lebih baik?" Ali menjawab ilmu lebih baik daripada harta karena pemilik harta bisa dipanggil si pelit dan menjadi hina sedangkan pemilik ilmu dipanggil dengan sebutan agung dan mulia. Pergilah orang itu.


Hingga datang lagi seorang yang lain lalu bertanya manakah yang lebih baik Ilmu atau harta. Lagi-lagi Ali menjawab ilmu lebih baik daripada harta dengan alasan harta akan dihisab pada hari kiamat sedangkan pemilik ilmu akan memberi syafaat pada hari kiamat.


Demikianlah, ketika Ali ditanya terkait keutamaan Ilmu, dia memiliki banyak alasan yang berbeda-beda. Hal ini lantaran banyaknya keutamaan ilmu dibandingkan dengan harta. Di antaranya itu Ilmu lebih baik daripada harta dengan dalil harta itu makin lama didiamkan makin bertambah usang, sedangkan ilmu tidak bisa lapuk dan usang. Selain itu menurutnya, harta bisa membuat hati menjadi keras sedang ilmu itu menerangi hati.


Akhirnya, heranlah orang-orang yang tadi bertanya kepada Ali karena dia memiliki banyak alasan tentang keutamaan ilmu yang tiada habisnya. Saat para penanya berkumpul Ali pun berujar "Andai kata ada banyak orang bertanya kepadaku tentang keutamaan ilmu, maka niscaya aku akan memberi alasan-alasan yang berbeda."


Dengan keilmuan yang dimiliki maka beliau dijuluki sebagai pintu ilmu sementara Nabi Muhammad kotanya. Tentang keutamaan ilmu ini, Al-Qur'an pun dengan jelas melabeli para penuntut ilmu dengan orang yang memiliki derajat yang tinggi dalam surat al-Mujadalah ayat 11 dengan firman-Nya:



يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ - ١١


Artinya:


"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan."


Sumber :

https://kemenag.go.id/hikmah/kecerdasan-ali-bin-abi-thalib-dan-keutamaan-keutamaan-ilmu-LqWJS

Editor: Muhammad Zunus

Saat Allah ‘Sakit’, ‘Lapar’ dan ‘Haus’

Allah sakit? Pasti sebagian pembaca bertanya bagaimana mungkin Allah bisa sakit? Mustahil bagi Allah sakit. Bukankah Allah Ta’ala adalah Tuhan seluruh alam dan Raja di Raja? Lalu, bagaimana mungkin Allah bisa sakit?

Ada baiknya mari simak sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda berikut ini,

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: إنَّ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – يَقُولُ يَومَ القِيَامَةِ : يَا ابْنَ آدَمَ ، مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي ! قَالَ : يَا رَبِّ ، كَيْفَ أعُودُكَ وَأنْتَ رَبُّ العَالَمِينَ ؟! قَالَ : أمَا عَلِمْتَ أنَّ عَبْدِي فُلاَناً مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ! أمَا عَلِمْتَ أنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَني عِنْدَهُ ! يَا ابْنَ آدَمَ ، اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمنِي ! قَالَ : يَا رَبِّ ، كَيْفَ أطْعِمُكَ وَأنْتَ رَبُّ العَالَمِينَ ؟! قَالَ : أمَا عَلِمْتَ أنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِي فُلانٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ ! أمَا عَلِمْتَ أنَّكَ لَوْ أطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ! يَا ابْنَ آدَمَ ، اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي ! قَالَ : يَا رَبِّ ، كَيْفَ أسْقِيكَ وَأنْتَ رَبُّ العَالَمينَ ؟! قَالَ : اسْتَسْقَاكَ عَبْدِي فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ ! أمَا أنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ! . رواه مسلم

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat, ‘Wahai Anak Adam! Aku sakit, namun engkau tak menjengukKu!’ (Anak Adam) berkata, ‘Wahai Rabbku, bagaimana aku menjenguk–Mu, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?’ (Allah) menjawab, ‘Tidakkah engkau tahu bahwa hamba–Ku, si fulan, menderita sakit, namun engkau tidak menjenguknya? Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau menjenguknya, engkau akan mendapati-Ku di sisinya?’


‘Wahai Anak Adam! Aku telah meminta makan kepadamu, namun engkau tak memberiKu makan!’ (Anak Adam) berkata, ‘Wahai Rabbku, bagaimana aku memberi–Mu makan, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?’ (Allah) menjawab, ‘Tidakkah engkau tahu bahwa hamba–Ku, si fulan, telah meminta makan kepadamu, tapi engkau tidak memberinya makan? Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau memberinya makan, engkau pasti akan mendapatkan (balasan) itu di sisi–Ku?’

‘Wahai Anak Adam! Aku telah meminta minum kepadamu, namun engkau tak memberi–Ku minum!’ (Anak Adam) berkata, ‘Wahai Rabbku, bagaimana aku memberi–Mu minum, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?’ (Allah) menjawab, ‘Hamba-Ku, si fulan, telah meminta minum kepadamu, namun engkau tak memberinya minum! Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau memberinya minum, engkau pasti akan mendapatkan (balasan) itu di sisi–Ku’.”

Derajat hadits di atas Shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah. Bersumber dari kitab Riyadhus Shalihin, karya Al-Imam Abu Zakaria Yahya Muhyuddin bin Syaraf al-Nawawi rahimahullah (w. 676 H./1277 M.).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat, ‘Wahai Anak Adam! Aku sakit, namun engkau tak menjengukKu!’ (Anak Adam) berkata, ‘Wahai Rabbku, bagaimana aku menjengukMu, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?’“ Yakni Engkau tidak butuh kepadaku hingga aku menjengukmu. (Allah) menjawab, “Tidakkah engkau tahu bahwa hambaKu, si fulan, menderita sakit, namun engkau tidak menjenguknya? Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau menjenguknya, engkau akan mendapatiKu di sisinya?”

Hadits ini tidak ada masalah terkait firman-Nya, “Aku telah sakit, namun engkau tak menjengukKu!”, karena mustahil bagi Allah untuk sakit; sebab sakit itu tanda kekurangan, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tersucikan dari segala kekurangan. Jadi maksudnya adalah sakit hamba-Nya yang shalih dan wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala serta orang-orang pilihan-Nya.

Oleh karena itu Dia berfirman, “Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau menjenguknya, engkau akan mendapati-Ku di sisinya?”, Dia tidak mengatakan, “engkau akan dapati itu di sisiKu” sebagaimana firmanNya pada makan dan minum, tetapi Allah berfirman, “engkau akan mendapati-Ku di sisinya.” Ini menunjukkan kedekatan orang sakit dengan Allah ‘Azza wa Jalla.

Oleh karena itu para ulama berkata, “Sesungguhnya orang sakit itu lebih cepat dikabulkan doanya, baik ketika mendoakan kebaikan atau keburukan kepada seseorang.”


“Wahai Anak Adam! Aku telah meminta makan kepadamu, namun engkau tak memberiKu makan!” Telah diketahui bersama bahwa Allah Ta’ala tidak meminta makan untuk diri-Nya sendiri berdasarkan Firman-Nya Tabaraka wa Ta’ala, “Dan Dia lah yang memberi makan dan tidak diberi makan.” (Qs. Al-An’am: 14). Maka Allah Mahakaya atas segala sesuatu, tidak butuh makan atau minum, tetapi ada salah satu hamba-Nya yang lapar, lalu diketahui oleh seseorang namun tak memberinya makan.

Allah Ta’ala berfirman, “Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau memberinya makan, engkau pasti akan mendapatkan (balasan) itu di sisiKu?” Yakni engkau akan dapati pahalanya tersimpan untukmu di sisiKu, satu kebaikan menjadi sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat sampai tak terhingga.

Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Anak Adam! Aku telah meminta minum kepadamu, namun engkau tak memberiKu minum!” (Anak Adam) berkata, “Wahai Rabbku, bagaimana aku memberiMu minum, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam semesta?” Yakni Engkau tak butuh makan minum. (Allah) menjawab, “Hamba-Ku, si fulan, telah meminta minum kepadamu, namun engkau tak memberinya minum! Tidakkah engkau tahu bahwa jika engkau memberinya minum, engkau pasti akan mendapatkan (balasan) itu di sisiKu.” Memberi minum orang yang meminta minum, itu adalah tabungan bagimu di sisi Allah, satu kebaikan menjadi sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat sampai tak terhingga.

Ibroh hadits


Pertama, penetapan sifat kalam bagi Allah Ta’ala. Kedua, anjuran untuk menjenguk orang sakit, memberi makan dan berbagi air kepada orang yang membutuhkannya.

Kedua, kebaikan-kebaikan tidak akan disirna (disia-siakan) di sisi Allah. Kebaikan tu selalu tersimpan pada sisi Allah Ta’ala. Jadi, jangan khawatir ketika melakukan amal-amal kebaikan, maka Allah Ta’ala akan memberi balasannya kelak kepada yang melakukannya.

Ketiga, Hadits ini sebagai hujjah (bukti, argumen) atas batilnya keyakinan wihdatul wujud (manunggal kawula gusti, bersatunya abdi dengan Tuhan). Hal ini nampak pada masalah menjenguk, memberi makan dan minum; di mana ditetapkan perbedaan antara hamba dan sesembahan, antara Tuhan dan manusia, serta antara Pencipta dan makhluk, wallahua’lam.(A/RS3/P1)


Sumber :
Mi’raj News Agency (MINA)
https://minanews.net/saat-allah-sakit-lapar-dan-haus/
Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Monday, September 9, 2024

Sejarah Singkat Kota Sintang

Pada masa pemerintahan Belanda (sekitar tahun 1936), daerah Sintang merupakan daerah lanschop di bawah naungan pemerintahan gouvernement. Daerah lanschop ini terbagi menjadi 4 (empat) onderafdeling yang dipimpin oleh seorang controleur atau gesagkekber, yaitu:


1. Onderafdeling Sintang berkedudukan di Sintang;

2. Onderafdeling Melawi berkedudukan di Nanga Pinoh;

3. Onderafdeling Semitau berkedudukan di Semitau; dan

4. Onderafdeling Boven Kapuas berkedudukan di Putussibau.


Sedangkan daerah Kerajan Sintang yang didirikan oleh Demang Irawan (Jubair I) dijadikan daerah swapraja Sintang dan kerajaan Tanah Pinoh dijadikan neo swapraja Tanah Pinoh. Pemerintahan lanschop ini berakhir pada tahun 1942 dan kemudian tampuk pemerintahan diambil alih oleh Jepang.


Pada masa pemerintahan Jepang, struktur pemerintahan yang berlaku tidak mengalami perubahan, hanya sebutan wilayah kepala pemerintahan yang disesuaikan dengan bahasa negara yang memerintah kala itu. Kepala Negara disebut Kenkarikan (semacam bupati sekarang) sedangkan wakilnya disebut dengan Bunkenkarikan dan di setiap kecamatan diangkat Gunco (Kepala Daerah).


Setelah adanya pengakuan kedaulatan dari pihak Belanda kepada pihak Indonesia, kekuasaan pemerintahan Belanda yang disebut Afdeling Sintang diganti dengan Kabupaten Sintang, Onderafdeling diganti dengan Kawedanan, Distric diganti dengan Kecamatan. Demikian pula halnya dengan jabatan Residen dengan Bupati, kepala Distric diganti dengan Camat dan yang menjadi Bupati Sintang pada waktu itu adalah Raden Gondowirio.


Lokasi awal Kerajaan Sintang diperkirakan terletak di Desa Tebelian Nanga Sepauk yang terletak sekitar 50 Km dari Kota Sintang (saat ini). Bukti sejarah berdirinya kerajaan ini dapat ditelusuri melalui sejumlah benda peninggalan sejarah, antara lain ditemukan Batu Lingga yang begambar Mahadewa dan arca Nandi (masyarakat menyebutnya dengan batu kalbut atau batu babi) di Dusun Batu Belian Desa Tanjung Riah,


Kecamatan Sepauk. Tidak jauh dari lokasi batu lingga tersebut, terdapat Makam Aji Melayu, tokoh yang diperkirakan merupakan nenek moyang raja–raja atau sultan–sultan di Kesultanan Sintang.



Nama “Kerajaan Sintang” mulai dikenal setelah Abad ke XIII, Demong Irawan (Jubair Irawan 1) memindahkan pusat kerajaan ke daerah bernama “Senentang” yang terletak di pertemuan antara Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Nama “Senentang” ini lambat laun dikenal dengan sebutan Sintang. Luas wilayah Kerajaan Sintang pada masa pemerintahan Demong Irawan mencakup Kecamatan Sepauk dan Kecamatan Tempunak.


Kerajaan Sintang mengalami perubahan menjadi kerajaan bernuansa Islam sejak pemerintahan Sri Paduka Tuanku Sultan Nata Muhammad Syamsudin Sa’adul Khairi Waddin. Beliau merupakan pemimpin pertama di Sintang yang menggunakan gelar Sultan. Pada masa pemerintahannya terdapat beberapa keputusan penting terkait dengan Kesultanan Sintang yang ditetapkan, yaitu:


• Ditetapkan Sintang sebagai Kesultanan Islam;

• Pemimpin Kesultanan SIntang bergelar Sultan;

• Disusunnya Undang–Undang Kesultanan yang terdiri dari 32 pasal;

• Didirikannya masjid sebagai tempat ibadah; dan

• Dibangunnya istana kesultanan.


Pada bulan Juli 1822 dimasa pemerintahan Sultan Sri Paduka Tuanku Pangeran Ratu Adi Nuh Muhammad Qomaruddin terjadi kontak/hubungan resmi Kesultanan Sintang dengan bangsa Belanda. Kontak tersebut diawali dengan datangnya rombongan asal Belanda yang pertama di bawah pimpinan Mr. J.H. Tobias, seorang komisaris dari Kurt van Borneo. Untuk melakukan perdagangan dengan kesultanan Sintang.


Pada bulan November tahun 1822 Sultan Pangeran Ratu Adi Nuh Muhammad Qomaruddin meninggal dunia karena sakit parah. Tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh Sultan Sri Paduka Tuanku Pangeran Adipati Muhammad Djamaluddin. Pada bulan ini, datang rombongan dari Belanda yang kedua di bawah pimpinan Dj. van Dougen Gronovius dan Cf. Golman, dua pejabat tinggi, yang ditemani oleh Pangeran Bendahara Pontianak, Syarif Ahmad Alkadrie sebagai juru bicara. Misi Belanda tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan dan kerjasama dagang yang tertuang dalam Voorloping Contract (Kontrak Sementara). Kontrak ini ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1822 M. Setelah itu, muncul beberapa perjanjian lainnya (tahun 1823, 1832, 1847, 1855). Melalui perjanjian-perjanjian tersebut, Belanda mulai melakukan inventarisasi terhadap pemerintahan dalam negeri Kesultanan Sintang.


Hingga masa kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Sintang tetap berdiri sampai tahun 1966 berubah menjadi Daerah Tingkat II (Kabupaten Sintang di Provinsi Kalimantan Barat). Sumbangan terbesar dari Kesultanan Sintang bagi negara Indonesia adalah digunakannya Lambang Kesultanan SIntang sebagai inspirasi terciptanya Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Republik Indonesia.


Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menjalin hubungan dengan Borneo di awal Abad ke-16. Belanda tiba dengan kapal East Indische Coopagnie (VOC) sekitar tahun 1600. Mereka datang sebagai saudagar. Mereka menjalin hubungan dengan Banjermasin (1609) dan Pontianak (1778) tetapi hubungan ini tidak memberikan keuntungan banyak bagi Belanda. Belanda tertarik kembali menjali hubungan dengan Borneo setelah adanya masa peralihan pemerintahan Inggris (1811-1816). Pembajakan merajalela di pulau tersebut, sehingga Belanda harus membangun kekuatan untuk menghentikan gangguan terhadap kegiatan perdagangan mereka. Alasan resmi yang digunakan Belanda pada saat itu ialah untuk membebaskan orang Dayak dari penindasan.


Belanda pertama kali datang ke Sintang pada bulan Februari 1822. Sebuah misi dengan komisaris J. Tobias, C. Hartmann dan E. Franciss menyusuri Sungai Kapuas memasuki daerah-daerah pedalaman. Misi pertama ini bertujuan untuk “menginspeksi” berbagai kerajaan di sepanjang Kapuas dan untuk berkenalan dengan penguasa-penguasa setempat. Raja di Sintang, speerti halnya Raja Sekadau dan Sanggau, tidak tertarik dengan misi delegasi Belanda tersebut, sehingga menimbulkan ketidak senangan J. Tobias. Kemudian J. Tobias mengutus D.J von den Dungen Grovonius ke berbagai kerajaan di Kapuas untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi. Laporan perjalanan ini menjadi sumber kepustakaan yang sangat penting tentang situasi di Sintang pada awal Abad ke-19. Selain mencari indormasi, Grovonius juga mengadakan perjanjian dengan penguasa setempat. Pada saat itu penguasa Sintang, Sultan Atjep Muhammad

Jamaluddin baru saja meninggal, sehingga perjanjian pertama dibuat antara Gronovius dengan pemimpin anggota keluarga dari pihak kerajaan. Perjanjian ini dibuat dalam suasana permusuhan dan intimidasi. Dengan adanya penandatanganan perjanjian ini, Sintang mengakui bahwa Belanda menjadi pemimpin mereka. Selanjutnya, berbagai konflik diatasi oleh Residen Borneo Barat an mereka dilarang menjalin hubungan dengan penguasa lain. Sebagai imbalannya, Sintang mendapat perlindungan dari Belanda. Maksud perjanjian tersebut adalah untuk membangun kekuasaan Belanda dan menciptakan situasi menguntungkan dalam bidang perdagangan.


Walaupun demikian, Belanda tidak yakin dengan perjanjian tersebut. Pada tahun 1823, Ketua Komisi C.L. Hartmann membentuk sebuah resimen beranggotakan enpat puluh tentara dan mula membangun benteng. De Sturler menjadi komandan pos ini. perjanjian 1822 juga diperbarui dan tanpa batas waktu. Namun, Sintang belum memiliki pemimpin yang baru. Para pemimpin keluarga kerajaan memilih Abang Sinkel sebagai raja baru tapi Hartmann tidak mempercayai pangeran ini. Beliau mengatur bahwa Abang Sinkel boleh menjadi raja di Sintang tetapi yang menjalankan kekuasaan kerajaan adalah pamannya, yaitu Ade Djun. Ade Djun mendapat gelar Pangeran Ratoe Kesoema Negara.


De Sturler mendapatkan kesulitan di Sintang. Benteng dalam keadaan memprihatinkan, begitu juga dengan pasukan tentaranya. Dia tidak memiliki kekuasaan untuk menghentikan tradisi pemenggalan kepala dan untuk mengakhiri konflik antara Sintang dengan daerah-daerah di sekitarnya. Dia meninggalkan benteng tanpa ijin tahun 1825. Akhirnya benteng diabaikan begitu saja pada tahun 1827. Kemudian benteng tersebut dibakar pada tahun 1830 oleh Pangeran Koening, saudara Pangeran Ratoe. Karena Belanda harus menghadapi perang yang dinamakan Perang Jawa (1825-1830) maka investasi di Borneo berakhir. Tidak ada uang maka tidak ada penjajahan dan Sintang dibiarkan bebas selama 30 tahun.


Sumber :

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/istana-al-mukaromah-kesultanan-kota–sintang/

https://sintang.go.id/profil-sejarah-sintang/

Kecerdasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tentang Keutamaan-Keutamaan Ilmu

Suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib didatangi beberapa orang secara bergantian. Mereka sengaja datang bergantian dan menanyakan hal ya...